Sabtu, 26 Desember 2015
Biodata Penulis Antologi Bersama Sakarepmu
Biodata Penulis Antologi Sakarepmu :
1.
Aan Jasudra. Lahir di sebuah desa kecil di Provinsi Sumatera-selatan, 27 tahun silam. Mulai belajar dan menggeluti dunia kepenulisan di tahun 2015 dan akan terus belajar hingga akhir hayat.
2.
Agustav Triono. Lahir di Banyumas, 26 Agustus 1980. Alamat Perumahan Abdi Negara RT 06/RW 04. Jl.Kresna no.1 Bojanegara, Padamara, Purbalingga .Aktif di Teater Tubuh Purwokerto, Para Penulis Muda Banyumas (PENA MAS) dan Komunitas HTKP Purwokerto. Mengabdi sebagai GTT di SMP N 1 Mrebet, Purbalingga. Melatih dibeberapa Teater pelajar. Menulis puisi, cerpen, dan naskah drama/teater. Karya-karyanya pernah termuat dibeberapa media massa dan dibuku antologi bersama antara lain Jejak Sajak, Spring Fiesta, Puisi Menolak Korupsi 2, Dari Sragen Memandang Indonesia, Dari Dam Sengon ke Jembatan Panengel, Tifa Nusantara, Balada Seorang Lengger, Iwak Gendruwo, Cindaga, Duka Gaza Duka Kita, Memo Untuk Presiden, Memo Untuk Wakil Rakyat.
3.
Ali Syamsudin Arsi lahir di Barabai, Kab. Hulu Sungai Tengah, Prov. Kalimantan Selatan. Kini tinggal di kota Banjarbaru, Prov. Kalsel. Pendiri dan Ketua Forum Taman Hati, diskusi sastra dan lingkungan, bersama M. Rifani Djamhari. Pendiri dan Pembina Sanggar Sastra Satu Satu Banjarbaru.
Menerbitkan 7 buku ‘Gumam Asa’ yang berjudul: 1. Negeri Benang Pada Sekeping Papan (Tahura Media, Banjarmasin, Januari 2009). 2. Tubuh di Hutan Hutan (Tahura Media, Banjarmasin, Desember 2009). 3. Istana Daun Retak (Framepublishing, Yogyakarta, April 2010). 4. Bungkam Mata Gergaji (Framepublishing, Yogyakarta, Februari 2011). 5. Gumam Desau (Scripta Cendekia, Desember 2013). 6. Cau Cau Cua Cau (2A Dream Publishing, Juni 2014). 7. Jejak Batu Sebelum Cahaya (Framepublishing, Yogyakarta, Oktober 2014).
4.
Aloeth Pathi
Aloeth Pathi, lahir di Pati- Jawa Tengah. Karyanya dimuat Mata Media antologi bersama, Puisi Menolak Korupsi 2 (Forum Sastra Surakarta 2013), Dari Dam Sengon Ke Jembatan Panengel (Dewan Kesenian Kudus dan Forum Sastra Surakarta 2013), Komunitas Harmonika Kehidupan ; Harmonika Desember (Sembilan Mutiara 2014), Kemilau Mutira Januari (Sembilan Mutiara 2014), Menggenggam Dunia (Mafasa 2014) Mom: The First God that I Knew (Garasi 10 Bandung 2014). Kepada Tuan Presiden, (Family Camar 2014), Solo Dalam Puisi (Sastra Pawon, 2014), Lumbung Puisi Sastrawan 2014, kelola Buletin Gandrung Sastra Media & Perahu Sastra. Tinggal di Jln. Ronggo Kusumo 204, Sekarjalak,
5.
Anggi Putri
Anggi Putri, pencinta sajak kelahiran Jombang, 9 Juli 1995. Berdomisili di Surabaya sebagai mahasiswi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia. Karyanya termaktub dalam antologi Tifa Nusantara 2, Lumbung Penyair Jilid III, PMK 4, dan lain-lain. Tulisannya juga dimuat beberapa media dan majalah. Buku keenamnya berupa kumpulan puisi berjudul “Angin Kembara” (2015). Email: anggiputri265@gmail.com. Akun FB Anggi Putri W.
6.
Anggoro Suprapto Lahir di kota kecil, Juwana, Pati, Jawa Tengah, 17 Agustus 1962. Lulusan sarjana komunikasi, meneruskan pasca sarjana non gelar jurusan khusus jurnalistik. Hidup sebagai penulis, dan dijuluki teman-temannya "pabrik naskah" karena menulis apa saja, baik karya fiksi maupun nonfiksi. Banyak bukunya yang sudah diterbitkan, di antaranya: KUMPULAN PUISI: Album Biru, Puisi-puisi Heroik, Tugumuda. KUMPULAN CERPEN: Wagiyem, Matindo, Selamat Pagi Play Boy. NOVEL: Nyanyian Sepanjang Jalan, Matahari Merah, Amiyati Gadis Desa, Jatuhnya Soeharto, Padang Ilalang Gersang.Juga menulis Buku-buku Nonfiksi, diterbitkan Kompas Gramedia, dan penerbit lainnya. Karyanya juga banyak diterbitkan secara gabungan. Kini aktif menulis di medsos, dan memimpin situs: http://obyektif.com . Tinggal di Kota Semarang, alamatnya di: anggorosuprapto@gmail.com .***
7.
Arif Khilwa, Lahir dan menetap di Pati. Disela-sela kesibukan mengajar Mapel Sosiologi di salah Satu Madrasah Swasta selalu menyempatkan diri untuk menulis, Puisi-Puisinya pernah termuat di beberapa buku Antologi Bersama dan pernah membuat buku antologi Puisi bersama Aloeth Pathi dengan judul “ The Painting of Memories” dan menulis beberapa Naskah Teater. Selain itu juga sebagai salah satu pendiri Gandrung Sastra, Pendiri Teater Salafiyah ( TEASA), pendiri Teater Lintang Utara, dan juga aktif di Gosek tontonan Pati, Teater Mina Tani Pati. Adapun alamat Fb: Arif Khilwa dan email: teatersalafiyah@gmail.com
8.
Ary Sastra, lahir di Padang 7 April 1970. Saat ini bermastautin di Kota Tanjungpinang. Menyelesaikan pendidikan di Fakultas Sastra Universitas Andalas 1996. Setelah itu melanjutkan dunia tulis menulis di bidang jurnalistik. Pernah menjadi wartawan Tribun Batam, Harian Sijori Mandiri, Manager Green Radio di Tanjungpinang, kemudian redaktur pelaksana di Koran Trans Bogor. Sejak kuliah, kerap menjadi penulis dan penyutradaraan pementasan teater. Beberapa naskah drama yang pernah ditulisnya adalah, "Siti Nurbuaya" dipentaskan pada Lustrum Unand, 1994, "Nyanyian Rakyat Kecil" dan "Reportase Sang Maestro". Beberapa puisinya juga termuat dalam antologi puisi Lingua Franca, Temu Sastrawan Indonesia 3, 2010, dan Taman Para Penyair, kumpulan puisi penyair se-Kepulauan Riau, 2010. Novel Atan (Budak Pulau) merupakan novel perdananya. Selain itu ia juga menulis skenario film "Laskar Anak Pulau" Produksi Komunitas Film Batam, dan kisah nyata, “Kau Antar Nyeri di Dadaku (Kisah Penderita Jantung Koroner). Pernah juga menyutradarai film, Mak Joyah tahun 2015.
9.
Buana K.S,Air Kelinsar kabupaten Lahat Sumatera selatan pada 17 Agustus 1985, dengan nama Lahir Bambang Hirawan. Event Sastra yang pernah di ikutinya adalah Temu Sastrawan Nusantara Melayu Raya I di Sumatera Barat (2012). Karya puisinya tergabung dalam antologi puisi Penyair Indonesia dan mancanegara, seperti Antologi 25 Penyair Muda Nusantara “ Traktat Cinta dan Dosa Dalam Dendam” (Pena Ananda, Juli 2011). Antologi Sehimpun Puisi Generasi Kini “ Jejak Sajak” (BPSM 2012), Menguak Senyap (Rios Multicipt, Padang, 2012), Senandung Alam (LeutikaPrio, 2012), Carta Farfalla (Tuas Media, 2012), Talenta Para Pengukir Tinta Emas (Awang Awang Publishing, 2012), Antologi Puisi IGAU DANAU (Sanggar Imaji, 2012), Bilingual Poetry Anthology SPRING FIESTA “Pesta Musim Semi” (Araska Publisher, 2013, Antologi Puisi Kota Jam Gadang “Bukittinggi Ambo Di Siko (Fam Publishing, 2013), Kumpulan Puisi Penyair Indonesia MEMO UNTUK PRESIDEN (Forum Sastra Surakarta, 2014), Antologi Puisi Penyair dua kota “LACAK KENDURI” (Imaji, 2014), Antologi Puisi Lumbung Puisi Sastrawan Indonesia Jilid III (Sibukumedia, 2015), Antologi Penyair Menolak Korupsi IV “Ensiklopegila Koruptor” (Forum Sastra Surakarta, 2015), dan Antologi Puisi Dari Negeri Poci VI “Negeri Laut”(KKK, 2015) Saat ini menetap di Muara Bungo, Jambi.
10.
Budhi Setyawan, yang akrab dipanggil ’Buset’ dilahirkan di Dusun Kalongan, Desa Mudalrejo, Kecamatan Loano, Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah pada 9 Agustus 1969. Sekarang bekerja di Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan di Jakarta, berkegiatan di Sastra Reboan di Jakarta dan sebagai Ketua Forum Sastra Bekasi (FSB). Tinggal di Bekasi, Jawa Barat. Beberapa tulisannya pernah dimuat media, antara lain di: Bali Post, Suara Merdeka, Republika, Jurnal Nasional, Majalah Horison, GONG, STORY, Jurnal The Sandour, Buletin Jejak, dll. Puisi dalam bahasa jawa (geguritan) dimuat di majalah Damarjati, Panjebar Semangat, Jayabaya. Puisi-puisinya ada dalam antologi bersama: Kemayaan dan Kenyataan (Fordisastra, 2007), Pedas Lada Pasir Kuarsa (TSI II Pangkalpinang, 2009), Akulah Musi (PPN V, 2011), Sekumpulan Sajak Matajaman (bersama Jumari Hs dan Sosiawan Leak, 2011), Meretas Karya Anak Bangsa (2012), Antologi Puisi Satu Kata Istimewa (2012), Sauk Seloko (PPN VI Jambi 2012), Kepada Bekasi (2013), Puisi Menetas di Kaki Monas (2014), Saksi Bekasi (2015), dll. Buku antologi puisi tunggal: Kepak Sayap Jiwa (2006), Penyadaran (2006), Sukma Silam (2007). Beberapa kali diundang ke acara Temu Sastrawan Indonesia, Pertemuan Penyair Nusantara, Temu Karya Sastrawan Nusantara, Temu Sastrawan Mitra Praja Utama, Silaturrahim Sastrawan Indonesia, dan lain-lain. webblog:www.budhisetyawan.wordpress.com; email: setyawan.budhi@gmail.com
11.
Dasuki Kosim, penyair tinggal di Indramayu, antologi bersamanya Lumbug Puisi ilid III, HMGM Indonesia.
12.
Denis Hilmawati T , lahir di Solo 2 Februari 1969. Hobby. Membaca ,menulis dan nyanyi. da. Jl. Cempaka 9.no.59. RT.01. RW.18 Perumnas Palur Ngringo. Jaten.Karanganyar. Solo 57772. Jawa
13.
Diah Natalia lahir di Jakarta, prestasi yang pernah saya raih berjumlah 13 rupa, saya apoteker yang masih berjuang meraih gelar master demi kehidupan yang lebih layak, gemar menulis menjadi pelampiasan segala suasana hati supaya tidak sableng. Untuk lempar komentar bisa hubungi keterangan diatas. Tingal di Jl.Jengki, Gg.Kancil, Rt.004/012, No.22, Kebon-Pala, Makasar, Jakarta-Timur
14.
Eddie MNS Soemanto, kelahiran Padang, 4 Mei 1968. Puisi2nya tergabung dalam beberapa antologi nasional. Yang paling gres tergabung dalam antologi Kalimantan Rinduku yang Abadi (2015), Memo untuk Wakil Rakyat (2015), & Antologi Negeri Laut, Dari Negeri Poci jilid 6 (2015). Selain berpuisi juga menyenangi cerpen, dan hal-hal yang berbau komedi. Saat ini bekerja di sebuah perusahaan otomotif di Padang, Sumatera Barat. Buku puisinyaKonfigurasi Angin (1997) & Kekasih Hujan (2014). Bisa dihubungi di ed.soemanto@ymail.com.
15.
Eri Syofratmin lahir di Muara Bungo 07 September 1970. Mulai bergiat di dunia seni dan sastra ketika menempuh pendidikan di ASKI Padangpanjang pada tahun 1989 sampai tahun 1994 dan melanjutkan studi S1 di IKIP Padang jurusan Sendratasik selesai pada tahun 1998. Puisi puisinya banyak dimuat diterbitan Ganto, Harian Singgalang dll. Semasa kuliah banyak berkecimpung di Taman Budaya Padang bersama penyair-penyair dan seniman sumatera barat. Pendiri Forum Komunikasi dan Kreasi Pemuda di Kabupaten Bungo. Pernah aktif di Sanggar Pemda Kabupaten Bungo yang bergerak dibidang seni tari dan musik tradisi. Puisi-puisinya juga tergabung dalam antologi bersama seperti PRASASTI (1999) dan LACAK KENDURI (Dewan Kesenian Merangin, 2015) KITAB KARMINA INDONESIA (KKK, 2015). Saat ini menjadi tenaga pengajar Seni Budaya di SMPN 1 Muko Muko Bathin VII dan SMPN 1 Muara Bungo.
16.
Fernanda Rochman Ardhana Kelahiran Jember, 27 Februari 1991. Beberapa karyanya terbit dalam buku antologi bersama puisi dan cerpen. Karyanya juga pernah termuat di beberapa media cetak dan online, yaitu: Republika, Suara Karya, Solopos, Koran Madura, Riau Pos, Metro Riau, Detak Pekanbaru, Tribun Sumsel, Medan Bisnis, Malang Post, Posmetro Prabu, Radar Surabaya, Tanjungpinang Pos, Radar Banyuwangi, Radar Mojokerto, Radar Tarakan, Radar Bromo, dan Majalah Budaya Sagang. Aktif menulis di beberapa grup sastra media sosial.
17.
Fitrah Anugerah. Lahir di Surabaya, 28 Oktober 1974. Berkesenian atau berpuisi semenjak menjadi anggota Teater Gapus, Sastra Indonesia, Unair. Sekarang bergiat di di Forum Sastra Bekasi (FSB). Karya-karyanya pernah dimuat di harian Indo Pos, Media Indonesia, Sastra Sumbar, Padang Ekspress, Minggu Pagi, Surabaya Post, Sinar Harapan, Suara Karya, Bangka Pos, Banjarmasin Post, Joglosemar, Jurnal Sarbi, Majalah Jejak, dan Radar Bekasi. Beberapa puisinya dibukukan dalam Kumpulan Puisi e-book “Jalan Setapak, (Evolitera : 2009) , Antologi “Surabaya Dalam Lembaran Kenangan” (2015), Antologi Tifa Nusantara2 (2015), Antologi “Saksi Bekasi”(2014), Antologi Puisi Bersama "Kepada Bekasi" (2013), Antologi Puisi Lumbung Puisi I dan II 2014, Antologi “Sang Peneroka”, dan Antologi di Negeri Poci 5 : Negeri Langit (2014),. Sekarang bekerja dan domisili di Bekasi,. Alamat e-mail : fitrahanugrah@yahoo.com dan fitrahpamela@gmail.com. Alamat Facebook di: https: //www.facebook.com/fitrah.anugerah. Alamat rumah: Perum Alamanda Regency Blok I11 No. 33, Karang Satria, Tambun, Bekasi..
18.
Fitriyanti adalah seorang pecinta sastra dan tercatat sebagai siswa di SMA NU Juntinyuat Indramayu.
19.
Gampang Prawoto, sehari-harinya mengajar di sekolah terpencil tepatnya di SDN Napis 06 Tambakrejo Bojonegoro, Aktif di Sanggar Sastra ( PSJB ) Pamarsudi Sastra Jawi Bojonegoro dan KOSTELA (Komunitas Sastra Teater Lamongan).
Karya pinilih Lomba Crita Cekak Jaya Baya 2004.Karya pinilih Lomba Gurit Yayasan Karmel Malang, th. 2008 dan th. 2010. Karya Pinilih Sayembara Penulisan Puisi FLP-Univ. Negeri Malang, 2010. Penulisan “Setia Tanpa Jeda” (Unsa Award 2012). Antologi “Lumbung Puisi Sastrawan Indonesia” jilit 1(2013)- 2 (2014) & 3 (2015). Penghargaan Karya Sastra Terbaik Balai Bahasa Jatim 2014,
20.
Gunta Wirawan , bergiat di Roemah Gergasi (sebuah wadah kreatif penulisan). Bukunya yang telah terbit antologi cerpen “Perkampungan Orang Gila” (2013), kumpulan puisi “Sajak Nol” (2013), dan “Bocah Terkencing-Kencing” (2014). Karyanya juga termuat dalam kumpulan puisi 175 penyair “Dari Negeri Poci 6 (Negeri Laut)”. Penulis menetap di Singkawang Kalimantan Barat.
21.
Harkoni Madura,lahir di Sampang,3 Desember 1969.Menulis: Puisi, Esai, dan Cerpen.Puisi-puisinyaTerangkum dalam antologi puisi bersama antara lain: Dzikir Pengantin Taman Sare (2010), dan TikarPandan di Stingghil (2011),
Beralamat di SDN Banyuates 4, Banyuates, Sampang, Madura 69263.
22.
Haryatiningsih, penyair , antologi bersamanya dalam Saksi Ibu Melihat Reformasi.
23.
Hasan Bisri BFC lahir di Pekalongan, 1 Desember 1963. Menulis puisi, cerpen, esai, humor, wayang mbeling, geguritan, kritik film, dan skenario. Karya-karyanya dimuat di Republika, Surabaya Post, Jawa Pos, Pikiran Rakyat, Femina, Gadis, Berita Buana, Suara Merdeka, Sinar Harapan, Suara Pembaruan. Koran Sindo, Solo Pos, Buletin Jejak, dll. Puisinya dimuat dalam 35 antologi, antara lain Dari Negeri Poci 6: Negeri Laut (2015), Saksi Bekasi (2015), Sang Peneroka (2015); Merangkai Damai (2015), Dari Negeri Poci 5: Negeri Abal-abal (2014); Lumbung Puisi Sastrawan Nusantara II dan III (2015 dan 2014 ), Solo dalam Puisi (2014), From Cradle to Grave (2014), Jalan Cahaya (2014 ), Bogor dalam Komposisi (2013), Pertemuan Sastrawan Nusantara I, Tifa Nusantara (2013), antologi Dwibahasa Indonesia – Mandarin Pertemuan Persahabatan (2013 ); Sauk Seloko (PPN VI, 2012), Akulah Musi (PPN V,2011), Beranda Senja (2010), Rumpun Kita (PPN III, 2009), Tanah Pilih ( TSI I, 2008 ). The 1st International Poetry Gathering (PPN I, 2007), antologi Dwibahasa Indonesia – Mandarin Resonansi (2000); Antologi Puisi Indonesia (1997), Trotoar (1996), antologi tunggalnya Jazirah Api terbit 2011. Puisi-puisinya dibacakan secara langsung di TPI/ MNCTV, Indosiar dan TV Edukasi. Sering diundang membacakan puisi dan diskusi di mancanegara antara lain di Rumah PENA dan GAPENA (Kuala Lumpur, 1999); Dialog Utara VIII di Thailand Selatan (1999), Hari Puisi Nasional XVI di Langkawi (2000); Hari Puisi Nasional XVII di Sarawak (2001); Kembara Budaya di Miri, Sibu, Kuching (2001); PPN IV di Brunei (2010). Sebagai pemakalah XI di Brunei (2001). Diundang oleh DKJ TIM di Tadarus Puisi untuk membacakan pusi-puisinya (2013 dan 2014 ), Dewan Pendiri Komunitas Sastra Indonesia (KSI) ini kini juga aktif di Forum Sastra Bekasi (FSB). Penulis kini tinggal di Jl. Anggrek I Blok F2 nomor 2 - 3 Vila Nusa Indah, Bojong Kulur, Gunung Putri, Bogor 17427
24.
Helmi Setyawan seorang penyair dan juga Guru Bahasa Inggris SMP Negeri 1 Adiwerna Tegal.
25.
Heru Mugiarso. Lahir di Grobogan, lima puluh empat tahun lalu. Aktif melakukan berbagai aktivitas sastra. Antologi puisinya yang telah terbit Tilas Waktu ( 2011) . Inisiator gerakan Puisi Menolak Korupsi yang diikuti oleh ratusan penyair Indonesia.
26.
Iis Sri Pebriyanti , pelajar di SMAN 1 Haurgeulis Kabupaten Indramayu.
27.
Jen Kelana,Lahir di Nganjuk (Jatim), besar di Sumut dan Jambi. Menulis puisi, cerpen, feature, esai, artikel, dan karya ilimiah. Puisi dan cerpennya terangkum dalam antologi tunggal dan bersama. Sebagian karyanya dipublikasikan di media massa dan media digital. Hobby elektronik, hardware, software, komputer dan web develover di samping menekuni bidang matematika, statistika, dan penelitian pendidikan. Aktifitas sebagai pengajar di STKIP YPM Bangko. Alamat : STKIP YPM Bangko Jl. Talangkawo – Dusun Bangko – Merangin, Jambi 37314
28.
Muhammad Lefand, penulis yang lahir di Sumenep Madura dengan nama Muhammad, sekarang tinggal di Ledokombo Jember. Adalah seorang perantauan yang senang menulis puisi dan kata-kata indah. Lulusan MA An-Nawari Seratengah Bluto Sumenep dan Universitas Islam Jember. Naskah puisinya pernah menjadi juara 3 pada Sayembara Penulisan Naskah Buku Pengayaan PUSKURBUK Kemendikbud. Biografinya dimuat di buku “Enseklopedi Penulis Indonesia” (FAM Publishing: 2014). Karya-karyanya sudah banyak dimuat di berbagai media baik cetak maupun elektronik, di antaranya di majalah Sastra Horison, Mimbar, Sastra Mata Banua, Tabloid GAUL dan lainnya. Sering mengikuti pertemuan-pertemuan sastrawan baik tingkat nasional maupun Internasional di antaranya: Temu Penyair Asia Tenggara di Cilegon Banten, Road Show PMK 18 di Sumenep Madura, PMK 26 di Pasuruan dan PMK 28 di Surabaya, Temu Penyair Memo untuk Presiden di Blitar, Malang dan Surabaya dan pertemuan lainnya. Antologi puisi tunggalnya berjudul “Satu Kaca Dua Musim” (Pena House Publishing: 2014). Selain itu karya-karyanya juga termuat dalam Antologi puisi Memo untuk Presiden (2014), Lentera Sastra II (2014) Metamorfosis (2014), Kitab Puisi Cinta Kota Batik Dunia (2015), Siraman Cinta (2015) dan Puisi 2koma7 (2014). Bisa dihubungi lewat FB: Muhammad Lefand Alamat tinggal: Jl. Cumedak No 118 (Sebelah timur Polsek Ledokombo) Sumberlesung Ledokombo Jember 68196
29.
Marsetio Hariadi, adalah penyair dan seniman tinggal di Surabaya.
30.
Nanang Suryadi, lahir di Pulomerak, Serang pada 8 Juli 1973. Aktif mengelola fordisastra.com. Buku-buku puisi yang menyimpan puisinya, antara lain: Sketsa (HP3N, 1993), Sajak Di Usia Dua Satu (1994), dan Orang Sendiri Membaca Diri (SIF, 1997), Silhuet Panorama dan Negeri Yang Menangis (MSI,1999) Telah Dialamatkan Padamu (Dewata Publishing, 2002), BIAR! (Indie Book Corner, 2011), Cinta, Rindu & Orang-orang yang Menyimpan Api dalam Kepalanya (UB Press, 2011) sebagai kumpulan puisi pribadi. Sedangkan antologi puisi bersama rekan-rekan penyair, antara lain: Cermin Retak (Ego, 1993), Tanda (Ego- Indikator, 1995), Kebangkitan Nusantara I (HP3N, 1994), Kebangkitan Nusantara II (HP3N, 1995), Bangkit (HP3N, 1996), Getar (HP3N, 1995 ), Batu Beramal II (HP3N, 1995), Sempalan (FPSM, 1994), Pelataran (FPSM, 1995), Interupsi (1994), Antologi Puisi Indonesia (Angkasa-KSI, 1997), Resonansi Indonesia (KSI, 2000), Graffiti Gratitude (Angkasa-YMS, 2001), Ini Sirkus Senyum (Komunitas Bumi Manusia, 2002), Hijau Kelon & Puisi 2002 (Penerbit Buku Kompas, 2002 ), Puisi Tak Pernah Pergi (Penerbit Kompas, 2003), Dian Sastro for President #2 Reloaded (AKY, 2004), Dian Sastro for President End of Trilogy (Insist, 2005), Nubuat Labirin Luka Antologi Puisi untuk Munir (Sayap Baru – AWG, 2005), Jogja 5.9 Skala Richter (Bentang Pustaka - KSI, 2006), Tanah Pilih, Bunga Rampai Puisi Temu Sastrawan Indonesia I (Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Jambi, 2008), Pesta Penyair Antologi Puisi Jawa Timur (Dewan Kesenian Jawa Timur, 2009).
31.
Navys Ahmad,lahir di Tangerang, 1977. Ia menjadi guru bahasa Indonesia dan membina Sanggar Sastra Drama Siswa di MTsN Tigaraksa (2005-sekarang) dan SMAN 8 Kab. Tangerang (2004-2013). Membimbing siswa dalam berbagai ajang prestasi dan apresiasi: menulis dan baca puisi, bercerita, serta teater. Tiga kali meraih penyutradaraan terbaik Festival Teater Pelajar Banten, Teater Kafe Ide (2009-2012). Juara mendongeng dan menulis cerita rakyat (2011), menulis Legenda Cisoka dalam buku kumpulan cerita rakyat Kabupaten Tangerang (2011) dan juara menulis cerita rakyat (2015) di Kantor Perpustakaan Daerah Kabupaten Tangerang. Diundang menghadiri pertemuan sastrawan Tifa Nusantara 2, 2015, Dewan Kesenian Kabupaten Tangerang. Puisinya terkumpul dalam Memo untuk Wakil Rakyat, Forum Sastra Surakarta (2015), dan antologi 123 Sajak Kepahlawanan, Nitramaya Magelang (2015). Tinggal di Balaraja, Tangerang.
32.
Novia Rika Perwitasari, penyair asal Kota Malag ini puisi-puisinya nya turut dalam beberapa antologi bersama nasional.
33.
Nunung Noor El Niel Tempat/Tgl lahir : Jakarta , 26 September Pekerjaan : TicketingBuku : - Solitude, penerbit Teras Budaya Jakarta 2012 Penerbit Teras Budaya Jakarta 2012 (kumpulan puisi tunggal ) - Perempuan Gerhana,penerbit Teras Budaya Jakarta 2013 (kumpulan puisi tunggal ) - KISAS penerbit Teras Budaya Jakarta 2014 (kumpulan puisi tunggal ): Pinangan, Penerbit Teras Budaya, th 2012-2013.( Kumpulan puisi bersama 35 penyair grup FB. ): METAMORFOSIS,Penerbit Teras Budaya 2015 (Kumpulan Puisi bersama 50 penyair grup DSJ) : Antalogi Puisi Bersama “ Habis Gelap Terbitlah Sajak “ : Antalogi Puisi bersama 27 penulis “ Kidung Rindu Pelangi Sukma”: Antalogi Hari Puisi Indopos 2013 “ Bersepeda ke Bulan “ dan “NUN” 2014
: Antalogi Komunitas Ruang Aksara 2015 ”Nyanyian Para Pencinta”
34.
Nur Fajriyah SMA NU Juntinyuat Kelas XI IPS 1
35.
Osratus adalah nama pena, dari Sutarso nama sebenarnya. Lahir di Purbalingga (Jawa Tengah), 8 Maret 1965. Pindah ke Sorong (Papua Barat), Tahun 1981. Pendidikan S1, Jurusan Administrasi Negara. Menulis puisi sejak tahun 1981. Dosen Bahasa dan Sastra Indonesia di STKIP Muhammadiyah Sorong (2006 – 2010). Buku Puisi : Lumbung Puisi Sastrawan Indonesia Jilid III (antologi bersama, 2015), Puisi Menolak Korupsi Jilid IV (antologi bersama, 2015). Alamat : Jl. Basuki Rahmat Km. 7, Kompleks Kantor Transmigrasi lama, Remu Selatan, Sorong, Papua Barat.
36.
Rg Bagus Warsono, Menulis sejak bangku sekolah berupa puisi di Pikiran Rakyat Edisi Cirebon, dan sejak tahun 1985 menulis puisi, cerpen, cerpen anak dan artikel di berbagai media massa di antara lain majalah Gentra Pramuka, Bekal Pembina, Mingguan Pelajar, Pikiran Rakyat, Suara Karya, Binakop, Bhinneka Karya Winaya, Suara Guru, dan Suara Daerah. Buku puisinya antara lain Bunyikan Aksara Hatimu 1992 diterbitkan Sibuku Media 2014 {1} ; Jangan Jadi sastrawan , Indhi Publishing 2014 {2}; Jakarta Tak Mau Pindah diterbitkan Indhie publishing, Jakarta 2014 {3}; Si Bung, Leutikaprio , Yogyakarta 2014 {3}; Surau Kampung Gelatik diterbitkan Sibuku Media , Jogyakarta 2015 {1} dan Mas Karebet , Sibuku Media , Yogyakarta 2015 {1}. Selain sebagai penyair, dia mendirikan Himpunan Masyarakat Gemar Membaca (HMGM). Sebagai seorang sastrawan ia dikenal juga seorang pelukis {4}yang tinggal di sanggar sastra dan lukis Meronte Jaring di Indramayu Jawa Barat Indonesia
37.
Rini Garini,lahir di Majalengka dengan nama Rini Garini, seorang ibu rumah tangga yang sering menulis karya sastra online. Ia berdomisili di Bandung, lulusan Unpad tahun 1988, Jawa Barat. Puisinya pernah dimuat di Kompasiana dan cerpennya sering dimuat di Baltyra. Terakhir tulisannya dimuat di Kitab Karmina Indonesia.
38.
Riswo Mulyadi, lahir dengan nama Riswo anak seorang petani bernama Mulyadi yang lahir di Banyumas Tahun 1968, mulai aktif menulis puisi tahun 2012. Beberapa puisinya terhimpun dalam beberapa antologi bersama : Mendaras Cahaya (2014), Jalan Terjal Berliku Menuju-Mu (2014), Nayanyian Kafilah (2014), Memo Untuk Presiden (2014), Metamorfosis (2014), 1000 HAIKU Indonesia (2015), Surau Kampung Gelatik (2015),
Kini tinggal di Desa Cihonje Kecamatan Gumelar, pinggiran Barat kabupaten Banyumas Jawa Tengah,. Alamat Rumah : Karanganjog RT 002 RW 09 Desa Cihonje Kecamatan Gumelar, Kabupaten Banyumas, 53165. Sekarang aktif sebagai tenaga pendidik di MI Ma'arif NU 1 Cilangkap Kecamatan Gumelar, Banyumas.
39.
Riza Umami (SMA NU Juntinyuat Kelas XI IPA 1) Indramayu
40.
Dewa Putu Sahadewa, lahir di Bali 23 Februari 1969, memasuki fakultas kedokteran, tulisanya banyak dimuat di media local dan national, puisinya turut dalam beberapa antologi nasional, penyair ini tinggal di Kupang NTT.
41.
Samsuni Sarman. Banjarmasin. Kal.Selatan. Guru dan Blogger yang suka menulis artikel budaya, sastra, wisata dan pendidikan. Antologi yang diterbitkan antara lain TAMBANGAN oleh Forum Diskusi Sastra 'Poetica' Banjarmasin (1986), antologi bersama Festival Puisi se Kalimantan di Taman Budaya Propinsi Kalsel dan HIPSI Kalsel (1992), antologi puisi 'TAMU MALAM' oleh HIMSI Kalsel dan Taman Budaya Propinsi Kalsel (1993), antologi puisi 'BIAS KACA' terbitan sendiri (1994), antologi puisi 'RIMBUN TULANG' sepuluh penyair Marabahan (1994), antologi puisi 'Kepada Sahabat; oleh Dewan Bahasa dan Pustaka Cawangan Sabah (2013) bersama penyair Malaysia dan Kalimantan, antologi Puisi Menolak Korupsi (2013) oleh Forum Sastra Surakarta, antologi puisi 1000 Haiku Indonesia oleh Kosa Kata Kita Jakarta (2015) Antologi Memo Untuk Wakil Rakyat (2015) oleh Forum Sastra Surakarta.
42.
Slamet Widodo Lahir. Solo, 29 febuari 1952, Pendidikan. SD Pangudi Luhur Purbayan SoloSMP Bintang Laut SoloSMA Santo Yosep SoloInstitut Teknologi Bandung (Arsitektur)Pekerjaan WiraswastaKarya A Buku kumpulan Puisi :
1 Potret Wajah Kita (Kumpulan puisi 2004)2 Bernafas Dalam Resesi (Kumpulan puisi 2005)3 Kentut (Kumpulan puisi 2006)4 Selingkuh (Kumpulan puisi 2007)
5 Simpenan (Kumpulan puisi 2009)6 Namaku Indonesia (Kumpulan puisi anak 2012)7 Ijab Kibul (Kumpulan Puisi 2013). Penghargaan atas karya :"Hutanku meratap" mendapat penghargaan1. World Bank's Program on the social dimension
on Climate Change "Vulnerability exposes Micro Docomentary film contest 2009
2 Asia Oceanea New Comer Award 2009(Japan Wildlive Film Festival )
A Slamet Widodo tidak pernah belajar sastra tapi tak pernah berhenti menulis puisidan lirik lagu.
43.
Sokanindya Pratiwi Wening nama aslinya Duma Fitrie Sitompul, lahir di Pematang Siantar, 21 Februari 1964, memasuki di Fakultas Sastra USU jurusan Linguistik, puisi-puisinya turut dalam beberapa antologi bersama nasional, tinggal di Aceh Utara.
44.
Sunaryo JW, Lahir di Desa Batang Pane II, Kabupaten Padang Lawas Utara, 16 Oktober 1994. Mahasiswa STKIP “Tapanuli Selatan” Padangsidimpuan; Program Studi Pendidikan Bahasa Dan Sastra Indonesia. Ia, bergabung dengan Sanggar Menulis Tapsel yang dibina oleh Budi Hatees sejak 2014.
Melihat keadaan yang terjadi dan dengan latar belakang yang kuat tentang derita kehidupan akibat ketidakadilan, maka ia sekarang tengah konsentrasi menulis sajak-sajak sederhana bertema kritik sosial, dan pembelaan terhadap orang-orang yang mengalami tindak ketidakadilan.
45.
Sus S . Hardjono lahir, 5 Nopember 1969. Tahun 1990 an - Aktif teater Peron Mahasiswa UNS , Majalah kampus Motivasi , menulis puisi, cerpen dan geguritan sejak mash menjadi mahasiswa, serta mempublikasikannya di berbagai media massa yang terbit di Yogyakarta dan Jawa Tengah. Puisinya dimuat di BERNAS, KR , PELOPOR JOGYA, KR , MERAPI , SOLO POS, JOGLO SEMAR , SUARA MERDEKA , WAWASAN , SWADESI , RADAR SURABAYA , DLL.Waktu itu Ia juga sempat bergabung dalam Kelompok Teater Peron FKIP UNS.Semasa di kampus memenangkan berbagai lomba kepenulisan diantaranya Lomba artikel dan puisi dalam rangka peringatan Chairil Anwar , dll, .Sejak tahun 1990-an telah ikut berbagai komunitas untuk keliling puisi dari Batu , Malang , Surabaya , Batang , Pekalongan , Purwokerto , Bandung dsb. Ikut berbagai komunitas kelompok mahasiswa yang aktif dalam teater dan puisi , masuk antologi puisi pertama Getar Batu HP3N , RSP , API , Tamansari FKY , Equator , dll.Terus bergerak dalam RSS Rumah Sastra Sragen aktif sejak masih muda ikut dalam berbagai komunitas sastra di kota Sragen. Sejumlah puisinya telah terangkum dalam kumpulan puisi bersama penyair lain, ada 30-an buku antologinya .Kini, selain menjadi pengajar di Madrasah Aliyah Negeri (MAN) I , sambil terus menekuni aktivitas sebagai penulis puisi, cerpen serta artikel sastra dan pendidikan.
46.
Suyitno Ethex, Lahir di Mojokerto, belajar menulis secara otdidak, puisi, cerpen da esainya tersebar di media masa regional dan nasional, mengisi berbagai antologi bersama nasional seperti, Puisi Menolak Korupsi, Lumbug Puisi , Tifa Nusantara , dan lain-lain, Aktif di Dewan Kesenia Mojokerto, tinggal di Jl. S. Parman, Modopuro Mojosari, Mojokerto-61382.
47.
Tonganni Mentia ,lahir di Toraja. Menyuarakan Malu Aku Jadi Orang Indonesia karya Taufik Ismail dalam Lomba Baca Puisi tingkat SMA se-Kecamatan Makale, Tana Toraja, 2004. Mengikuti Lomba Cipta Baca Puisi FIB Universitas Hasanuddin dan meraih juara 1 dengan judul Ada Maling di Rumah Rakyat, 2004. Puisinya Nakke Nakku’ka dan Meski Tak Saling terbit dalam buku Isis dan Musim-Musim, Kumpulan Puisi Penulis Perempuan Indonesia Timur, 2014. Perjalanan dan Ketika Aku Lupa terselip dalam buku antologi Dik, Sebuah Ikrar, sebuah mahar pernikahan sahabat di Makassar, 2015. Persediaan Kegembiraan termasuk dalam buku antologi hadiah setahun pernikahan sahabat di Bogor, 2015. Patani Nenek sebuah puisi tentang kuburan Toraja termaktub dalam antologi puisi TIFA Nusantara 2, DKKT dan Disporabudpar Kabupaten Tangerang, 2015. Mengarak Cumulonimbus terekam dalam antologi Puisi Hijau/ LCPGSH Suratto Green Literary Award, 2015. Saat ini masih belajar mengembangkan karyanya seputar susastra Toraja, kampung halamannya.
48.
Tutik Hariyati Sundari, lahir di Sumedang 04 Jui 1970, membuat puisi dan membacanya di depan anak-anak. Menulis untuk media pendidikan sekolah menengah .Tinggal di Indramayu.
49.
Ustadji Pantja Wibiarsa , adalah penyair dari Kutoarjo, Purworejo, Jawa Tengah.
lahir di Yogyakarta, 4 Agustus 1961. Alumnus IKIP Semarang jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia S1, Ketua Sanggar Kalimasada Kutoarjo, Komite Sastra Dewan Kesenian Purworejo, dan guru Bahasa, Sastra, dan Teater di beberapa sekolah. Aktif menggiatkan penulisan sastra melalui sanggar sastra bagi anak-anak dan remaja di wilayah Purworejo. Karya-karyanya berupa puisi, cerpen, artikel, cerita anak, dongeng, dan naskah lakon, berbahasa Indonesia dan Jawa. Buku antologi karya sastra bersamanya, di antaranya: Puisi-puisi Penyair Jawa Tengah (Komite Sastra Indonesia Dewan Kesenian Jawa Tengah, 2011), Sesotya Prabangkara ing Langit Ngayogya (kumpulan puisi Bahasa Jawa, Pesan Trend Budaya Ilmu Giri Yogyakarta, 2014), Para Penari (kumpulan cerpen, Lingkaran Komunikasi, Batu, Jatim, 2002) Buku sastra tunggalnya di antaranya “Bocah-bocah Berbenah dan Melangkah” (kumpulan puisi) dan “Bajang Caplok” (kumpulan naskah lakon). Alamat di Gang Cokroasmo, Senepo Timur RT 01 RW 01 No. 61, Kutoarjo 54212, Purworejo, Jawa Tengah.
50.
Wadie Maharief, lahir 13 Maret 1955 di Prabumulih Sumatera Selatan, puisi, esai, dan cerpennya banyak dimuat di media regional dan nasional, turut dalam beberapa antologi bersama nasional, tinggal di Yogyakarta.
51.
Wahyu Hidayat. Lahir di Banyuwangi, 28 Oktober 1995. Mendirikan komunitas tulis Graps dan bergiat di komunitas sastra Tobong Karya dan aktif di teater Das ’51. Puisi-puisinya termuat dalam koran dan majalah dan antologi bersama nasional. Sedang menempuh kuliah Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia di Institut Agama Islam Darussalam Blokagung. Dapat berkomunikasi melalui e-mail: wahyuh.hidayat@gmail¬.com
52.
Wans Sabang lahir di Jakarta. Aktif berpuisi di Forum Sastra Bekasi dan mengajar Creative Writing di SDIT Nur Hikmah, Bekasi. Buku Antologi Puisi terbarunya adalah Tifa Nusantara 2 (2015) dan Negeri Langit (DNP 6, 2015
53.
Wardjito Soeharso,Multistatus. Pegawai Negeri. Widyaiswara. Dosen. Penyair. Suami dari satu istri. Ayah dari tiga anak. “Ayah” dari banyak anak yang mengangkatnya sebagai ayah. Pecinta tulen. Cinta profesi. Cinta istri. Cinta anak. Cinta sahabat. Juga cinta puisi. Hidupnya didedikasikan pada cinta.
Prinsip hidupnya sederhana saja: Hidup harus penuh dengan cinta, karena cinta itu adalah peduli, peduli itu berbagi, dan berbagi itu memberi. Jadi, tidak ada kata minta dalam cinta. Berbagai karya yang pernah diterbitkan antara lain: Antologi Puisi Mendung Di Atas Kota Semarang (Indie,1983), Penerbitan Pers di Indonesia: Dari Undang-Undang Sampai Kode Etik (Aneka Ilmu, Semarang, 1994), Antologi Puisi Penulismuda (Media E-Solusindo, Semarang, 2007), Yuk, Nulis Puisi (Percetakan Negara RI, Surabaya, 2008), Yuk, Nulis Artikel (Media E-Solusindo, Semarang, 2009), Phantasy Poetica-Imazonation (pm-publisher, Semarang, 2010), Ide, Kritik, Kontemplasi (pm-publisher, Semarang, 2010). Puisi Menolak Korupsi Buku I dan IIb (Forum Sastra Surakarta, 2013). Dan banyak artikel lepas yang dimuat di berbagai media massa.
2014/1/4 wardjito soeharso
54.
Wirol O. Haurissa. Lahir di Ambon Maluku, 1 September 1988. Sarjana Sains Teologi, Fakultas Filsafat Teologi di Universitas Kristen Indonesia Maluku. Dan study Magister Ilmu Susastra, Universitas Kristen Petra, Surabaya.
Aktivitas sehari: menulis puisi, cerita pendek dan skrip teater, mendirikan Bengkel Sastra Batu Karang, menjalani pementasan-pementasan independen teater dan sastra di kota Ambon, kota Depok dan kota Salatiga. Puisi dan esai tersebar di media online. Beberapa puisi termuat dalam Antologi Penyair Maluku Biarakan Kami Bakale, Revolusi cendrawasih, Mata Aru dan Pemberontakan Dari Timur, Sastra Kepulauan VIII. Pernah menjadi juara satu lomba Menulis dan baca Puisi SeUniversitas Swasta Wilayah XII Maluku, Maluku Utara, Papua dan Papua Barat di Ternate. Pernah menjadi juri Lomba Baca Puisi Pelajar seSMP di pulau Ambon dalam memperingati Hari Ulang Tahun Merah Saga. Pernah menjadi Fasilitator Pelatihan Cipta dan Baca Puisi Perdamaian di Pusat Studi Perdamaian, Pascasarjana Teologi UKIM Ambon.
55.
Yuditeha, penulis puisi, cerpen dan novel yang hobi melukis wajah-wajah dan bernyanyi puisi. Aktif di komunitas sastra alit Surakarta. Hujan Menembus Kaca (2011) adalah buku puisinya. Komodo Inside (Grasindo, 2014) adalah novel pertamanya. Tinggal di Jaten RT. 01 RW. 14 Karanganyar-Surakarta. Blog : yuditeha.wordpress.com
56.
Zaeniboli lahir di flores 1982 ,aktif di sastra kalimalang sebagai inventaris karya untuk halaman sastra kalimalang,Sejak 2013 –sekarang .
Pengantar Antologi
Sebuah Pengantar Antologi Sakarepmu
oleh Sosiawan Leak
Sakarepmu (bahasa Jawa) secara harafiah berarti “semaumu”, “sesukamu”, atau dalam terjemahan bebas adalah “suka-suka kamu”, “semau-maumu”. Di masyarakat Jawa kata itu sering digunakan sebagai ending pembicaraan manakala seseorang mendapati logika lawan bicaranya telah tertutup dan tidak bisa diuraikan lebih lanjut. Hal itu misalnya terjadi pada orang tua yang menasehati anaknya namun sang anak terus membantah dan tak mengindahkannya. Maka si orang tua dengan jengkel cenderung akan berujar, “Sakarepmu!”
Sebaliknya kata itu juga acap dipakai oleh seseorang yang menyerahkan suatu urusan secara total, menyeluruh, dan tanpa reserve kepada orang lain, yang dengannya mengindikasikan bahwa orang tersebut tidak lagi bakal cawe-cawe dalam proses penyelesaian urusan tersebut hingga purna. Misal ketika seorang caleg menyerahkan segala urusan kampanye kepada tim sukses yang berani menjamin kemenangan sang caleg dalam suatu even pemilu. Ia akan berkata, “Atur sakarepmu!”
Dalam khasanah pergaulan berlatar budaya Jawa kata sakarepmu paling tidak dilahirkan dari dua situasi psikhologis yang ekstrim dan saling bertentangan. Kata itu bisa lahir lantaran rasa frustasi yang luar biasa, buntu logika, dan tak tahu lagi harus berkata apa, atau sebaliknya dapat terlontar dengan rasa ikhlas yang lunas disertai penyerahan diri dan kepercayaan tanpa batas. Barangkali benar pendapat sebagian ahli yang meyakini bahwa kematangan kebudayaan mampu mengakomodir dua ekstrimitas sistim nilai yang (jika dihadap-hadapkan) cenderung kontradiktif bahkan bertolak belakang. Yakni antara sistim nilai yang membangun demi keutuhan dengan sistim nilai yang bernapsu menghancurkan atas nama kecarutmarutan, antara nilai kelembutan dengan nilai kekerasan, antara yang bijak dengan yang banal, serta yang frustasi dengan yang berserah diri sebagaimana dalam sakarepmu itu.
Sisi lain kehidupan kampung di Jawa juga acap menjadikan paradigma sakarepmu malih rupa kreativitas masyarakat dalam mengolah panganan (snack) dari bahan makanan tertentu namun terus dieksplorasi dari waktu ke waktu. Pola pikir itulah yang telah membuat singkong (pohung, bahasa Jawa) ‘dihajar’ habis-habisan lewat proses pengolahan yang aneh namun berkesinambungan. Di hari pertamanya sang pohung paling hanya akan direbus dengan menambahkan sedikit garam. Namanya pun masih bersahaja; pohung! Namun jika tak habis dimakan, sisa pohung rebus itu tak akan disia-sia bahkan bakal digoreng pada hari kedua dengan menambahkan tumbukan bawang putih dan garam sebagai penyedap rasa. Namanya masih tetap sederhana meski kian mentereng; blanggreng! Pada hari ketiga jika si blanggreng tak habis disantap juga, ia bakal ditumbuk dan diberi bumbu baru berupa gerusan bawang putih campur garam dan sedikit merica lantas diberi nama lebih gagah; gandhamana! (mirip nama patih Kerajaan Hastina jaman pemerintahan Pandu, ayah para Pandawa). Jika pada hari berikutnya pun tak lampus pula, gandhamana akan dicincang-cincang dan dicampur dengan bahan makanan lain (ketela, talus, kacang-kacangan) serta diberi racikan bumbu baru lantas digoreng lagi! Namanya lentho!
Maka tidaklah aneh jika akhirnya kita juga mengenal pisang bukan hanya sebagai buah yang disajikan langsung di meja makan tanpa proses pengolahan. Menganut logika sakarepmu pisang juga bisa digodog, digoreng, dikeripik, disale, atau disale sekaligus diproses sebagai manisan (sale basah). Uniknya, konsekwensi logis yang mengikuti proses pengolahan secara sakarepmu itu menuntut orang untuk paham berbagai jenis pisang sesuai karakter rasa dan kemanfaatannya. Hingga belakangan dikonangi hanya pisang kepoklah yang kelezatannya bakal menyempurna manakala digodog atau digoreng. Demikian pula butuh pemahaman atas jenis pisang lainnya yang akan lebih nikmat jika diolah dengan cara tertentu. Sementara untuk pisang yang disajikan langsung pun telah dikenali pula rasa khas dan kegunaannya (pisang susu paling tepat sebagai pencuci mulut, pisang ambon paling sesuai bagi pencernaan bayi sekaligus penopang gizi manakala ia bakal disapih dari air susu ibunya, dan lain-lain). Jadi beda jenis pisang berbeda pula perlakuannya. Intinya pisang boleh diperlakukan semau-maunya meski belakangan muncul prasarat-prasarat tertentu yang tak lagi sekedar sakarepmu!
Demikian pula yang terjadi pada makanan khas Indonesia semacam tempe yang boleh dimasak menjadi tempe goreng, tempe bacem, tempe mendoan, atau tempe keripik. Bahkan luar biasanya tempe bosok (busuk) pun diperlukan keberadaannya untuk dimanfaatkan sebagai bumbu penyedap rasa. Semuanya sakarepmu, tergantung proses pengolahan dan itikad peruntukannya.
Pola pikir sakarepmu pula yang barangkali melahirkan sayur berjuluk bledhi di beberapa kampung di Jawa. Ia adalah sejenis sayur campuran (dari aneka sayur matang) yang melalui proses panjang lantaran dimasak dan didaur ulang berkali-kali setelah selama beberapa hari tak habis disantap dan selalu dihangatkan agar tak basi. Bledhi adalah semisal sisa oseng-oseng (sayur dominan pedas) di hari Senin, yang dicampur dengan sisa tomis kangkung (sayur dominan manis) di hari Selasa, ditambah sisa jangan gori (sayur nangka muda yang dominan gurih), serta sisa-sisa sayur aneka rasa lain di hari berikutnya, lantas dituang dalam satu panci dan dimasak ulang ditambah bumbu dapur sesuai selera ‘si koki’. Bledhi adalah sayur berbahan ala kadarnya sebagai representasi masyarakat kelas rendah yang memilih gemi (hemat), setiti (senantiasa merumat apa yang telah dimiliki) secara sakarepmu di tengah gempuran modernitas yang hedonis serta kemajuan jaman yang prakmatis.
Apakah dengan latar belakang dan konsepsi sakarepmu semacam itu buku Sekumpulan Puisi SAKAREPMU; 100 Penyair Mbeling Indonesia ini diterbitkan? Apakah antologi ini tidak sekedar mengulangi gejala yang pernah ada dalam sejarah kesusastraan Indonesia?
Agus Warsono (Penyair Indramayu) yang memelopori (sekaligus mendanai) penerbitan buku antologi puisi ini menuliskan sikapnya sebagai berikut. “Sebuah antologi sebagai sekumpulan puisi yang tanggap akan perilaku sakarepmu dewasa ini, sehingga membuat 100 penyair mbeling berbuat sakarepnya dalam memotret perkembangan Indonesia dewasa ini. Menutup tahun 2015 sebagai tahun-tahun pancaroba negeri, puisi-puisi sakarepmu akan mewarnai khasanah sastra Indonesia”. Lebih lanjut menyoal genre puisi yang dia bidik, penggagas dan motor penerbitan Lumbung Puisi Sastrawan Indonesia Jilid 1, 2, dan 3 (2013, 2014, dan 2015) itu tidak memberi acuan khusus tentang model puisi sakarepmu sebagai rujukan konsep puitika maupun latar belakang penciptaan karya. Dia hanya menuliskan, ”Naskah bebas genre, tetapi tidak menunjukan unsur menyinggung pertentangan agama, ras, golongan, suku, serta unsur hujatan pada pribadi/ lembaga. Pendek kata kesemuanya harus masuk dalam koridor Pancasila dan UUD 1945”.
Sebelumnya dalam khasanah sastra Indonesia, meski dengan latar belakang dan konsep eksplorasi yang berbeda-beda paradigma semacam sakarepmu tersebut pernah melahirkan sejumlah gejala anti kemapanan di ranah puitika. Hal itu tergambar lewat gerakan ‘Puisi Mbeling’nya Remy Sylado (tahun 1970-an), penerbitan buku dan pentas keliling ‘Puisi Humor’nya Jose Rizal Manua (tahun 1989), gejala ‘Puisi Balsem’nya Mustofa Bisri (tahun 1991), serta penerbitan sejumlah buku puisi (Kentut tahun 2006, Selingkuh tahun 2008, Ijab Kibul tahun 2013, dan lain-lain) karya Slamet Widodo yang belakangan disebut sebagai ‘Puisi Glenyengan’.
Membaca karya-karya dalam buku ini kita bakal menemukan ‘rambu-rambu’ ke mana ‘Puisi Sakarepmu’ akan menuju. Semoga begitu!
Sosiawan Leak, penyair , budayawan tinggal di Solo
oleh Sosiawan Leak
Sakarepmu (bahasa Jawa) secara harafiah berarti “semaumu”, “sesukamu”, atau dalam terjemahan bebas adalah “suka-suka kamu”, “semau-maumu”. Di masyarakat Jawa kata itu sering digunakan sebagai ending pembicaraan manakala seseorang mendapati logika lawan bicaranya telah tertutup dan tidak bisa diuraikan lebih lanjut. Hal itu misalnya terjadi pada orang tua yang menasehati anaknya namun sang anak terus membantah dan tak mengindahkannya. Maka si orang tua dengan jengkel cenderung akan berujar, “Sakarepmu!”
Sebaliknya kata itu juga acap dipakai oleh seseorang yang menyerahkan suatu urusan secara total, menyeluruh, dan tanpa reserve kepada orang lain, yang dengannya mengindikasikan bahwa orang tersebut tidak lagi bakal cawe-cawe dalam proses penyelesaian urusan tersebut hingga purna. Misal ketika seorang caleg menyerahkan segala urusan kampanye kepada tim sukses yang berani menjamin kemenangan sang caleg dalam suatu even pemilu. Ia akan berkata, “Atur sakarepmu!”
Dalam khasanah pergaulan berlatar budaya Jawa kata sakarepmu paling tidak dilahirkan dari dua situasi psikhologis yang ekstrim dan saling bertentangan. Kata itu bisa lahir lantaran rasa frustasi yang luar biasa, buntu logika, dan tak tahu lagi harus berkata apa, atau sebaliknya dapat terlontar dengan rasa ikhlas yang lunas disertai penyerahan diri dan kepercayaan tanpa batas. Barangkali benar pendapat sebagian ahli yang meyakini bahwa kematangan kebudayaan mampu mengakomodir dua ekstrimitas sistim nilai yang (jika dihadap-hadapkan) cenderung kontradiktif bahkan bertolak belakang. Yakni antara sistim nilai yang membangun demi keutuhan dengan sistim nilai yang bernapsu menghancurkan atas nama kecarutmarutan, antara nilai kelembutan dengan nilai kekerasan, antara yang bijak dengan yang banal, serta yang frustasi dengan yang berserah diri sebagaimana dalam sakarepmu itu.
Sisi lain kehidupan kampung di Jawa juga acap menjadikan paradigma sakarepmu malih rupa kreativitas masyarakat dalam mengolah panganan (snack) dari bahan makanan tertentu namun terus dieksplorasi dari waktu ke waktu. Pola pikir itulah yang telah membuat singkong (pohung, bahasa Jawa) ‘dihajar’ habis-habisan lewat proses pengolahan yang aneh namun berkesinambungan. Di hari pertamanya sang pohung paling hanya akan direbus dengan menambahkan sedikit garam. Namanya pun masih bersahaja; pohung! Namun jika tak habis dimakan, sisa pohung rebus itu tak akan disia-sia bahkan bakal digoreng pada hari kedua dengan menambahkan tumbukan bawang putih dan garam sebagai penyedap rasa. Namanya masih tetap sederhana meski kian mentereng; blanggreng! Pada hari ketiga jika si blanggreng tak habis disantap juga, ia bakal ditumbuk dan diberi bumbu baru berupa gerusan bawang putih campur garam dan sedikit merica lantas diberi nama lebih gagah; gandhamana! (mirip nama patih Kerajaan Hastina jaman pemerintahan Pandu, ayah para Pandawa). Jika pada hari berikutnya pun tak lampus pula, gandhamana akan dicincang-cincang dan dicampur dengan bahan makanan lain (ketela, talus, kacang-kacangan) serta diberi racikan bumbu baru lantas digoreng lagi! Namanya lentho!
Maka tidaklah aneh jika akhirnya kita juga mengenal pisang bukan hanya sebagai buah yang disajikan langsung di meja makan tanpa proses pengolahan. Menganut logika sakarepmu pisang juga bisa digodog, digoreng, dikeripik, disale, atau disale sekaligus diproses sebagai manisan (sale basah). Uniknya, konsekwensi logis yang mengikuti proses pengolahan secara sakarepmu itu menuntut orang untuk paham berbagai jenis pisang sesuai karakter rasa dan kemanfaatannya. Hingga belakangan dikonangi hanya pisang kepoklah yang kelezatannya bakal menyempurna manakala digodog atau digoreng. Demikian pula butuh pemahaman atas jenis pisang lainnya yang akan lebih nikmat jika diolah dengan cara tertentu. Sementara untuk pisang yang disajikan langsung pun telah dikenali pula rasa khas dan kegunaannya (pisang susu paling tepat sebagai pencuci mulut, pisang ambon paling sesuai bagi pencernaan bayi sekaligus penopang gizi manakala ia bakal disapih dari air susu ibunya, dan lain-lain). Jadi beda jenis pisang berbeda pula perlakuannya. Intinya pisang boleh diperlakukan semau-maunya meski belakangan muncul prasarat-prasarat tertentu yang tak lagi sekedar sakarepmu!
Demikian pula yang terjadi pada makanan khas Indonesia semacam tempe yang boleh dimasak menjadi tempe goreng, tempe bacem, tempe mendoan, atau tempe keripik. Bahkan luar biasanya tempe bosok (busuk) pun diperlukan keberadaannya untuk dimanfaatkan sebagai bumbu penyedap rasa. Semuanya sakarepmu, tergantung proses pengolahan dan itikad peruntukannya.
Pola pikir sakarepmu pula yang barangkali melahirkan sayur berjuluk bledhi di beberapa kampung di Jawa. Ia adalah sejenis sayur campuran (dari aneka sayur matang) yang melalui proses panjang lantaran dimasak dan didaur ulang berkali-kali setelah selama beberapa hari tak habis disantap dan selalu dihangatkan agar tak basi. Bledhi adalah semisal sisa oseng-oseng (sayur dominan pedas) di hari Senin, yang dicampur dengan sisa tomis kangkung (sayur dominan manis) di hari Selasa, ditambah sisa jangan gori (sayur nangka muda yang dominan gurih), serta sisa-sisa sayur aneka rasa lain di hari berikutnya, lantas dituang dalam satu panci dan dimasak ulang ditambah bumbu dapur sesuai selera ‘si koki’. Bledhi adalah sayur berbahan ala kadarnya sebagai representasi masyarakat kelas rendah yang memilih gemi (hemat), setiti (senantiasa merumat apa yang telah dimiliki) secara sakarepmu di tengah gempuran modernitas yang hedonis serta kemajuan jaman yang prakmatis.
Apakah dengan latar belakang dan konsepsi sakarepmu semacam itu buku Sekumpulan Puisi SAKAREPMU; 100 Penyair Mbeling Indonesia ini diterbitkan? Apakah antologi ini tidak sekedar mengulangi gejala yang pernah ada dalam sejarah kesusastraan Indonesia?
Agus Warsono (Penyair Indramayu) yang memelopori (sekaligus mendanai) penerbitan buku antologi puisi ini menuliskan sikapnya sebagai berikut. “Sebuah antologi sebagai sekumpulan puisi yang tanggap akan perilaku sakarepmu dewasa ini, sehingga membuat 100 penyair mbeling berbuat sakarepnya dalam memotret perkembangan Indonesia dewasa ini. Menutup tahun 2015 sebagai tahun-tahun pancaroba negeri, puisi-puisi sakarepmu akan mewarnai khasanah sastra Indonesia”. Lebih lanjut menyoal genre puisi yang dia bidik, penggagas dan motor penerbitan Lumbung Puisi Sastrawan Indonesia Jilid 1, 2, dan 3 (2013, 2014, dan 2015) itu tidak memberi acuan khusus tentang model puisi sakarepmu sebagai rujukan konsep puitika maupun latar belakang penciptaan karya. Dia hanya menuliskan, ”Naskah bebas genre, tetapi tidak menunjukan unsur menyinggung pertentangan agama, ras, golongan, suku, serta unsur hujatan pada pribadi/ lembaga. Pendek kata kesemuanya harus masuk dalam koridor Pancasila dan UUD 1945”.
Sebelumnya dalam khasanah sastra Indonesia, meski dengan latar belakang dan konsep eksplorasi yang berbeda-beda paradigma semacam sakarepmu tersebut pernah melahirkan sejumlah gejala anti kemapanan di ranah puitika. Hal itu tergambar lewat gerakan ‘Puisi Mbeling’nya Remy Sylado (tahun 1970-an), penerbitan buku dan pentas keliling ‘Puisi Humor’nya Jose Rizal Manua (tahun 1989), gejala ‘Puisi Balsem’nya Mustofa Bisri (tahun 1991), serta penerbitan sejumlah buku puisi (Kentut tahun 2006, Selingkuh tahun 2008, Ijab Kibul tahun 2013, dan lain-lain) karya Slamet Widodo yang belakangan disebut sebagai ‘Puisi Glenyengan’.
Membaca karya-karya dalam buku ini kita bakal menemukan ‘rambu-rambu’ ke mana ‘Puisi Sakarepmu’ akan menuju. Semoga begitu!
Sosiawan Leak, penyair , budayawan tinggal di Solo
Antologi Puisi Perempuan Penyair Indonesia Terkini “Kartini 2012″.
Antologi Puisi Perempuan Penyair Indonesia Terkini “Kartini 2012″.
1. Abidah el Khaleiqy
2. Akidah Gauzillah
3. Alina Kharisma
4. Alya Salaisha-Sinta
5. Ana Westy
6. Ariana Pegg
7. Cok Sawitri
8. Dalasari Pera
9. Kemalawati
10. Dhenok Kristianti
11. Diah Hadaning
12. Dian Hartati
13. Dianing Widya Yudhistira
14. Divin Nahb
15. Elis Tating Bardiah
16. Endang Werdiningsih
17. Evi Idawati
18. Fanny J. Poyk
19. Farra Yanuar
20. Fatin Hamama
21. Fitriani Um Salva
22. Frieda Amran
23. Hanna Fransisca
24. Hanna Yohana
25. Helvy Tiana Rosa
26. Heni Hendrayani
27. Hudan Nur
28. Imelda Hasibuan
29. Inung Imtihani
30. Ira Ginda
31. Kalsum Belgis
32. Lina Kelana
33. Medy Loekito
34. Nadine Angelique
35. Nana Riskhi Susanti
36. Nella S. Wulan
37. Nenden Lilis A.
38. Nening Mahendra
39. Nia Samsihono
40. Nona G. Muchtar
41. Novy Noorhayati Syahfida
42. Nurani Lely Metta Widjaja
43. Oka Rusminii
44. Pipiek Isfianti
45. Puput Amiranti
46. Qurrota A’yun Thoyyibah
47. Ramayani Riance
48. Ratna Ayu Budhiarti
49. Ratu Ayu
50. Rika Istianingrum
51. Rini Febriani Hauri
52. Rini Ganefa
53. Rita Oetoro
54. Rita Sri Hastuti
55. Rukmi Wisnu Wardani
56. Sandra Palupi
57. Sartika Sari
58. Sendri Yakti
59. Seruni Tri Padmini
60. Shinta Miranda
61. Sirikit Syah
62. Sri Runia Komalayani
63. Sus Setyowati Hardjono
64. Susy Ayu
65. Weni Suryandari
66. Wiekerna Malibra
67. Winarti Juliet Vennin
68. Yvonne de Fretes
69. Zubaidah Djohar
1. Abidah el Khaleiqy
2. Akidah Gauzillah
3. Alina Kharisma
4. Alya Salaisha-Sinta
5. Ana Westy
6. Ariana Pegg
7. Cok Sawitri
8. Dalasari Pera
9. Kemalawati
10. Dhenok Kristianti
11. Diah Hadaning
12. Dian Hartati
13. Dianing Widya Yudhistira
14. Divin Nahb
15. Elis Tating Bardiah
16. Endang Werdiningsih
17. Evi Idawati
18. Fanny J. Poyk
19. Farra Yanuar
20. Fatin Hamama
21. Fitriani Um Salva
22. Frieda Amran
23. Hanna Fransisca
24. Hanna Yohana
25. Helvy Tiana Rosa
26. Heni Hendrayani
27. Hudan Nur
28. Imelda Hasibuan
29. Inung Imtihani
30. Ira Ginda
31. Kalsum Belgis
32. Lina Kelana
33. Medy Loekito
34. Nadine Angelique
35. Nana Riskhi Susanti
36. Nella S. Wulan
37. Nenden Lilis A.
38. Nening Mahendra
39. Nia Samsihono
40. Nona G. Muchtar
41. Novy Noorhayati Syahfida
42. Nurani Lely Metta Widjaja
43. Oka Rusminii
44. Pipiek Isfianti
45. Puput Amiranti
46. Qurrota A’yun Thoyyibah
47. Ramayani Riance
48. Ratna Ayu Budhiarti
49. Ratu Ayu
50. Rika Istianingrum
51. Rini Febriani Hauri
52. Rini Ganefa
53. Rita Oetoro
54. Rita Sri Hastuti
55. Rukmi Wisnu Wardani
56. Sandra Palupi
57. Sartika Sari
58. Sendri Yakti
59. Seruni Tri Padmini
60. Shinta Miranda
61. Sirikit Syah
62. Sri Runia Komalayani
63. Sus Setyowati Hardjono
64. Susy Ayu
65. Weni Suryandari
66. Wiekerna Malibra
67. Winarti Juliet Vennin
68. Yvonne de Fretes
69. Zubaidah Djohar
Rabu, 23 Desember 2015
Antologi Bersama Sakarepmu 2016
Penulis :
Aan Jasudra (Lahat)
Agustav Triono (Banyumas)
Ali Syamsudin Arsi ( Banjarbaru)
Aloeth Pathi (Pati)
Anggi Putri (Surabaya)
Anggoro Suprapto, (Pati)
Arif Khilwa (Pati)
Ary Sastra(Tanjungpinang)
Buana K.S (Muara Bungo)
Budhi Setyawan (Bekasi)
Dasuki Kosim (Indramayu)
Denis Hilmawati T (Karanganyar)
Diah Natalia (Jakarta Timur)
Eddie MNS Soemanto (Padang)
Eri Syofratmin (Muara Bungo)
Fernanda Rochman Ardhana (Jember)
Fitrah Anugerah (Bekasi)
Fitriyanti (Indramayu)
Gampang Prawoto(Bojonegoro)
Gunta Wirawan (Singkawang Kalimantan Barat)
Harkoni Madura (Sampang)
Haryatiningsih (Indramayu)
Hasan Bisri BFC (Bogor)
Helmi Setyawan(Tegal)
Heru Mugiarso (Semarang)
Iis Sri Pebriyanti ( Indramayu)
Jen Kelana (Nganjuk)
Marsetio Hariadi (Surabaya)
Muhammad Lefand (Jember)
Nanang Suryadi (Serang)
Navys Ahmad (Tangerang)
Novia Rika (Jakarta)
Nunung Noor El Niel ( Denpasar)
Nur Fajriyah (Indramayu)
Osratus ( Sorong)
Rg Bagus Warsono (Indramayu)
Rini Garini (Maalengka)
Riswo Mulyadi (Banyumas)
Riza Umami (Indramayu)
Sahadewa (Kupang)
Samsuni Sarman (Banarmasin)
Sokanindya Pratiwi Wening (Medan)
Slamet Widodo (Solo)
Sunaryo JW (Tapanuli)
Sus S . Hardjono (Sragen)
Suyitno Ethex (Mojokerto)
Tonganni Mentia (Toraja)
Tutik Hariyati S (Indramayu)
Ustadji Pantja Wibiarsa (Purworejo)
Wadie Maharief ( Yogyakarta)
Wahyu Hidayat(Banyuwangi)
Wans Sabang (Bekasi)
Wardjito Soeharso(semarang)
Wirol Haurissa (Ambon)
Yuditeha (Solo)
Zaeni Boli (Bekasi)
Aan Jasudra (Lahat)
Agustav Triono (Banyumas)
Ali Syamsudin Arsi ( Banjarbaru)
Aloeth Pathi (Pati)
Anggi Putri (Surabaya)
Anggoro Suprapto, (Pati)
Arif Khilwa (Pati)
Ary Sastra(Tanjungpinang)
Buana K.S (Muara Bungo)
Budhi Setyawan (Bekasi)
Dasuki Kosim (Indramayu)
Denis Hilmawati T (Karanganyar)
Diah Natalia (Jakarta Timur)
Eddie MNS Soemanto (Padang)
Eri Syofratmin (Muara Bungo)
Fernanda Rochman Ardhana (Jember)
Fitrah Anugerah (Bekasi)
Fitriyanti (Indramayu)
Gampang Prawoto(Bojonegoro)
Gunta Wirawan (Singkawang Kalimantan Barat)
Harkoni Madura (Sampang)
Haryatiningsih (Indramayu)
Hasan Bisri BFC (Bogor)
Helmi Setyawan(Tegal)
Heru Mugiarso (Semarang)
Iis Sri Pebriyanti ( Indramayu)
Jen Kelana (Nganjuk)
Marsetio Hariadi (Surabaya)
Muhammad Lefand (Jember)
Nanang Suryadi (Serang)
Navys Ahmad (Tangerang)
Novia Rika (Jakarta)
Nunung Noor El Niel ( Denpasar)
Nur Fajriyah (Indramayu)
Osratus ( Sorong)
Rg Bagus Warsono (Indramayu)
Rini Garini (Maalengka)
Riswo Mulyadi (Banyumas)
Riza Umami (Indramayu)
Sahadewa (Kupang)
Samsuni Sarman (Banarmasin)
Sokanindya Pratiwi Wening (Medan)
Slamet Widodo (Solo)
Sunaryo JW (Tapanuli)
Sus S . Hardjono (Sragen)
Suyitno Ethex (Mojokerto)
Tonganni Mentia (Toraja)
Tutik Hariyati S (Indramayu)
Ustadji Pantja Wibiarsa (Purworejo)
Wadie Maharief ( Yogyakarta)
Wahyu Hidayat(Banyuwangi)
Wans Sabang (Bekasi)
Wardjito Soeharso(semarang)
Wirol Haurissa (Ambon)
Yuditeha (Solo)
Zaeni Boli (Bekasi)
Hati seorang Ibu, antara Kasihan, Penyesalan, Kelemahan, Ketegasan, doa dan Rahasia
Hati seorang Ibu, antara Kasihan, Penyesalan, Kelemahan, Ketegasan, doa dan Rahasia, Sebuah dokumen kesaksian Reformasi Negeri
Oleh: Rg Bagus Warsono
Hati seorang Ibu, antara Kasihan, Penyesalan, Kelemahan, Ketegasan, doa dan Rahasia, Sebuah dokumen kesaksian Reformasi Negeri
Oleh: Rg Bagus Warsono
Keputus-asa-an akan perubahan diperlihatkan oleh puisi Ade Suryani dalam ‘Kalian memang Mengalami Sengsara’ , Ade mengetengahkan suatu kegembiraan di masa Reformsi ini dengan jaminan Bantuan Langsung Tunai yang kemudian menghilang lagi. bagi si miskin, jaminan hidup ini sungguh sangat bermanfaatmenyambung hidup. …//“Ibu terima dana kaum miskin dikala ibu tak memasak”//…, yang mungkin merupakan rekaman pengakuan rakyat miskin akan realisasi amanat undang-undang ini.
Sebuah kegembiraan lainnya adalah perubahan yang justru dialami oleh pribadi, sang ibu hanya dapat mengelus dada, seakan memaafkan bahwa , memang anak-anak (rakyat Indnesia) mengalami kesengsaraan di masa sebelumnya. Ade seakan mengharap untuk memaklumi akan perilaku konsumtif masytarakat.
Apa yang dikatakan Ade Suryani ditegaskan pula oleh Ardi Susanti agar mereka bicara akan apa yang terjadi di masa reformasi yang justru tak sama sekali ada perubahan membaik justrumenjadi-jadi,….//Jangan biarkan mereka mengotori ruang kita
Dengan ambisi murahan yang meraja
Demi menggemukkan hasrat semata//….dalam puisi “Bicaralah Nak”. Seperti juga diungkapkan oleh Tasinah: …//Ribuan orang berkumpul di halaman //Menerjang masuk kantor pos besarLalu melompat pagar Satu-satu mereka dipanggil , senyum si miskin dalam desakan//… (Tasinah, ‘Suatu hari di Kantor Pos Besar’).
Ungkapan kesaksian akan perubahan dratis terjadi di Bekasi yang direkam
Wahyu Ciptadalam:’Membakar Sampah Mie Instan’ :…//Di tempat kami berdiri
Ratusan pabrik dan ribuan orang Bekasi
Menjadi ibu kost bagi buruh Indonesia
Lalu macet sore hari jelang mesin pabrik
Berhenti//Di tempat kami berdiri corong pabrik berasap dan suara mesin //…
Sus S Hardjono,penyair ini mengungkapkan perjalanan reformasi sendiri yang sampaimengorbankan nyawa. Lewat
‘Saksi Bisu Jembatan Semanggi’
…//mereka yang tertembak mati
masih ingatkan tentang trisakti
Di bawah kepak Elang//
Menyinggung langit ibumu
Airmatanya saksi bisu sebutir peluru
Bersarang di kepelamu//…
Sebuah penyesalan ibu juga terdapat dalam puisi karya Diana Roosetindaro, akan hilangnya sebuah wilayah Indonesia yang hilang di atlas Indonesia. “Negeri (yang) Hilang” dan “Hilang dalam Sebuah Atlas” sebuah….//kendaraan tiada henti ini adalah kota yang hina bukan karena perempuan lacur yang tiap siang-malam menjajakan diri// ….dalam penuturannya.Lain pula dengan Dian Hartati dalam ‘Karamah II’ ada sepenggal bait yang menggelitik , …//kusebut namamu tanpa malu meski kuyu wajahmu mencerminkan letih onani anak negri tentang korupsi hukum yg diplesetkan menjadi tontonan abad ini lalu lugas lidahku menyeru sebelem kelu ssiiiiiiikkkkaaaaaaatt... jangan kau loyo lantaran ulah sontoloyo tetap perkasa menjadi Indonesiaku//…. Seakan berkata Indonesia tetap optimis menghadapi semua kejadian di jalannya reformasi ini.
Ini sebabnya ibu kita ingin sekali memberi jalan perjalanan anak negeri …//Ibu lebih suka kau diam dan menulis lagi lembar catatan catatan berikutnya dan sekarang usiamu hampir separuh dari usia ibu, ibu tahu kau sudah melihat sendiri warna hitam putih juga abu abu yang kadang kau temui di liku jalan menuju rumah.//…Gia Setiawati Gheeah ‘Lembar Cacatan Aisyah’.
Sorotan lain dalam bahasa puisi dilukiskan oleh Hartati dalam’ Semua Pamong Pakai Lencana’ ia menyoroti perilaku pegawai negeri saat reformasi justru malah menjadi-jadi demikian lukisannya :
…//ibu menunggu
masih ada pamong jujur di kantor ini
tapi dia cuti hari ini
Kantor pemerintahanku
layar monitor di meja menyajikan data//…, dibagian lain Hartati menuliskan
…//maaf hari ini bapak dinas luar
besok pagi boleh ibu kembali
kantor pemerintahanku
bendera berkibar //…
Penyesalan juga diberikan perempuan penyair lainnya seperti puisi berjudul Kerjamu Sia-Sia ini:
…//memahami alam
memperbaiki sejarah dusta
menangkap maling
memberi fakir
Namun setelah 10 tahun gonjang-ganjing
pepesan kosong karena dimakan kucing garong//….Haryatiningsih dalam ,Kerjamu Sia-Sia’.
Sedang Julia Hartini mengungkapkan sebagaimana layaknya memposisikan sebagai seorang ibu yang senantiasa mendoakan anak-anaknya , ….//pada ibu selalu kutasbihkan doa-doamenjadi sempurna rindu menuju kepulangan//(Peristiwa Luka).Begitu juga Mariana Hanafi dalam Elegi Kekosongan Ibu diungkapkannya rasa kasih saying itu: ….// ibu menatap kosong
hatinya pilu,lumpuh
tak lagi mampu mengenali anaknya
dia lupa cara disayangi tapi mampu mengasihi
meski kini keriput menghampirinya
oh ibu,senjamu kini menanti//… Seirama juga ditampilkan oleh Nieranita :
….//Sepasang mata menyipit
Di tenggah arus kemacetaan jalan
Memantau derasnya keegoisan
Tak ada senyum hangat menyapa
Manusia menggila dengan hidupnya
Tercabik kenyamanan hidup//
Berlinag air mata sang ibu
Malu lihat kebusungan dada para buntutnya
Wajah terpasang memelas
Di belakang seringai sinis mulai Nampak
Menghina tanpa merajuk’’//…(Puisi untuk Anak Bangsa)
Jakarta Gelanggang Demonstrasi karya Sri Sunarti Basuki:
…//Ibu kota wajah Indonesia
Demo wajah Jakarta
Ingat Jakarta ingat demonstrasi
Karena Jakarta Ibukota Wajah Indonesia
Hari ini gelanggang sepi tapi
besok Demontran ke gelanggang Jakarta
Hari ini polisi bisa minum kopi dan sarapan pagi//…
Sebaliknya Putri Akina menganggap reformasi hanya isapan jempol belaka seperti dalam “TeriakanLirih”//Sengit mentari memancar di atas awan , Sepasang mata menyipit
Di tenggah arus kemacetaan jalan
Memantau derasnya keegoisan
Tak ada senyum hangat menyapa
Manusia menggila dengan hidupnya
Tercabik kenyamanan hidup; Juga pada puisi lain menuturkan :
…//Ternyata Indonesia dulu dan sekarang sama
tak ada merubah warna
tak ada merubah cuaca
tak ada tawa
lelucon belaka
guyon nasional
humor basi tadi malam//….(Rofiah Ros dalam ‘Mereka lupa dikasih Uang Ibu).
Di tempat lain dalam masa reformasi Indonesia itu Wahyu Cipta mengumpamakan seperti ‘Membakar Sampah Mie Instan’
…//Di tempat kami berdiri
Ratusan pabrik dan ribuan orang Bekasi
Menjadi ibu kost bagi buruh Indonesia
Lalu macet sore hari jelang mesin pabrik
berhenti
Di tempat kami berdiri corong pabrik berasap dan suara mesin //…
….//Aku meyakini, ialah rangkuman peristiwa tentang cinta Terkemas menjelma uban ….// keriput dan langkah renta
Pada alur tangan, tempat takdir diletakkan
Lalu perlahan kau melewati
Dengan ketabahan ungu Tanpa gerutu,,
Sekalipun luka nyenyak,, di dadamu yang sajak,
Mak,//…(Seruni uniedalam Pulang).
Keadaan ini ditegaskan leh Wulan Ajeng Fitriani dalam ‘Jujur Tlah Dikubur’
//Ibupun ternganga
Tak menyangka
Hidup seberapakah kita di alam fana?
Mengapa tikus-tikus liar itu masih berdiri tegak disana?
Bagai pembantu yang menilap uang majikannya
Nampak kacang yang lupa kulitnya
Mengendap – endap mengambil jatah rakyat
Menilap rizki umat//….
Akhirnya sebuah dokumen kesaksian ibu di era reformasi ini ditiutup dengan …//Ibu izinkan pulang kerahimmu sebab takutgigil dan lapar menelan kutukmu.//…. Dyah Setyawati , katanya dalam ‘Pesan Rakyat Kepada wakil Rakyat’.
Rg Bagus warsono
Kirimkan Ini lewat Email
BlogThis!
Berbagi ke Twitter
Berbagi ke Facebook
Bagikan ke Pinterest
Oleh: Rg Bagus Warsono
Hati seorang Ibu, antara Kasihan, Penyesalan, Kelemahan, Ketegasan, doa dan Rahasia, Sebuah dokumen kesaksian Reformasi Negeri
Oleh: Rg Bagus Warsono
Keputus-asa-an akan perubahan diperlihatkan oleh puisi Ade Suryani dalam ‘Kalian memang Mengalami Sengsara’ , Ade mengetengahkan suatu kegembiraan di masa Reformsi ini dengan jaminan Bantuan Langsung Tunai yang kemudian menghilang lagi. bagi si miskin, jaminan hidup ini sungguh sangat bermanfaatmenyambung hidup. …//“Ibu terima dana kaum miskin dikala ibu tak memasak”//…, yang mungkin merupakan rekaman pengakuan rakyat miskin akan realisasi amanat undang-undang ini.
Sebuah kegembiraan lainnya adalah perubahan yang justru dialami oleh pribadi, sang ibu hanya dapat mengelus dada, seakan memaafkan bahwa , memang anak-anak (rakyat Indnesia) mengalami kesengsaraan di masa sebelumnya. Ade seakan mengharap untuk memaklumi akan perilaku konsumtif masytarakat.
Apa yang dikatakan Ade Suryani ditegaskan pula oleh Ardi Susanti agar mereka bicara akan apa yang terjadi di masa reformasi yang justru tak sama sekali ada perubahan membaik justrumenjadi-jadi,….//Jangan biarkan mereka mengotori ruang kita
Dengan ambisi murahan yang meraja
Demi menggemukkan hasrat semata//….dalam puisi “Bicaralah Nak”. Seperti juga diungkapkan oleh Tasinah: …//Ribuan orang berkumpul di halaman //Menerjang masuk kantor pos besarLalu melompat pagar Satu-satu mereka dipanggil , senyum si miskin dalam desakan//… (Tasinah, ‘Suatu hari di Kantor Pos Besar’).
Ungkapan kesaksian akan perubahan dratis terjadi di Bekasi yang direkam
Wahyu Ciptadalam:’Membakar Sampah Mie Instan’ :…//Di tempat kami berdiri
Ratusan pabrik dan ribuan orang Bekasi
Menjadi ibu kost bagi buruh Indonesia
Lalu macet sore hari jelang mesin pabrik
Berhenti//Di tempat kami berdiri corong pabrik berasap dan suara mesin //…
Sus S Hardjono,penyair ini mengungkapkan perjalanan reformasi sendiri yang sampaimengorbankan nyawa. Lewat
‘Saksi Bisu Jembatan Semanggi’
…//mereka yang tertembak mati
masih ingatkan tentang trisakti
Di bawah kepak Elang//
Menyinggung langit ibumu
Airmatanya saksi bisu sebutir peluru
Bersarang di kepelamu//…
Sebuah penyesalan ibu juga terdapat dalam puisi karya Diana Roosetindaro, akan hilangnya sebuah wilayah Indonesia yang hilang di atlas Indonesia. “Negeri (yang) Hilang” dan “Hilang dalam Sebuah Atlas” sebuah….//kendaraan tiada henti ini adalah kota yang hina bukan karena perempuan lacur yang tiap siang-malam menjajakan diri// ….dalam penuturannya.Lain pula dengan Dian Hartati dalam ‘Karamah II’ ada sepenggal bait yang menggelitik , …//kusebut namamu tanpa malu meski kuyu wajahmu mencerminkan letih onani anak negri tentang korupsi hukum yg diplesetkan menjadi tontonan abad ini lalu lugas lidahku menyeru sebelem kelu ssiiiiiiikkkkaaaaaaatt... jangan kau loyo lantaran ulah sontoloyo tetap perkasa menjadi Indonesiaku//…. Seakan berkata Indonesia tetap optimis menghadapi semua kejadian di jalannya reformasi ini.
Ini sebabnya ibu kita ingin sekali memberi jalan perjalanan anak negeri …//Ibu lebih suka kau diam dan menulis lagi lembar catatan catatan berikutnya dan sekarang usiamu hampir separuh dari usia ibu, ibu tahu kau sudah melihat sendiri warna hitam putih juga abu abu yang kadang kau temui di liku jalan menuju rumah.//…Gia Setiawati Gheeah ‘Lembar Cacatan Aisyah’.
Sorotan lain dalam bahasa puisi dilukiskan oleh Hartati dalam’ Semua Pamong Pakai Lencana’ ia menyoroti perilaku pegawai negeri saat reformasi justru malah menjadi-jadi demikian lukisannya :
…//ibu menunggu
masih ada pamong jujur di kantor ini
tapi dia cuti hari ini
Kantor pemerintahanku
layar monitor di meja menyajikan data//…, dibagian lain Hartati menuliskan
…//maaf hari ini bapak dinas luar
besok pagi boleh ibu kembali
kantor pemerintahanku
bendera berkibar //…
Penyesalan juga diberikan perempuan penyair lainnya seperti puisi berjudul Kerjamu Sia-Sia ini:
…//memahami alam
memperbaiki sejarah dusta
menangkap maling
memberi fakir
Namun setelah 10 tahun gonjang-ganjing
pepesan kosong karena dimakan kucing garong//….Haryatiningsih dalam ,Kerjamu Sia-Sia’.
Sedang Julia Hartini mengungkapkan sebagaimana layaknya memposisikan sebagai seorang ibu yang senantiasa mendoakan anak-anaknya , ….//pada ibu selalu kutasbihkan doa-doamenjadi sempurna rindu menuju kepulangan//(Peristiwa Luka).Begitu juga Mariana Hanafi dalam Elegi Kekosongan Ibu diungkapkannya rasa kasih saying itu: ….// ibu menatap kosong
hatinya pilu,lumpuh
tak lagi mampu mengenali anaknya
dia lupa cara disayangi tapi mampu mengasihi
meski kini keriput menghampirinya
oh ibu,senjamu kini menanti//… Seirama juga ditampilkan oleh Nieranita :
….//Sepasang mata menyipit
Di tenggah arus kemacetaan jalan
Memantau derasnya keegoisan
Tak ada senyum hangat menyapa
Manusia menggila dengan hidupnya
Tercabik kenyamanan hidup//
Berlinag air mata sang ibu
Malu lihat kebusungan dada para buntutnya
Wajah terpasang memelas
Di belakang seringai sinis mulai Nampak
Menghina tanpa merajuk’’//…(Puisi untuk Anak Bangsa)
Jakarta Gelanggang Demonstrasi karya Sri Sunarti Basuki:
…//Ibu kota wajah Indonesia
Demo wajah Jakarta
Ingat Jakarta ingat demonstrasi
Karena Jakarta Ibukota Wajah Indonesia
Hari ini gelanggang sepi tapi
besok Demontran ke gelanggang Jakarta
Hari ini polisi bisa minum kopi dan sarapan pagi//…
Sebaliknya Putri Akina menganggap reformasi hanya isapan jempol belaka seperti dalam “TeriakanLirih”//Sengit mentari memancar di atas awan , Sepasang mata menyipit
Di tenggah arus kemacetaan jalan
Memantau derasnya keegoisan
Tak ada senyum hangat menyapa
Manusia menggila dengan hidupnya
Tercabik kenyamanan hidup; Juga pada puisi lain menuturkan :
…//Ternyata Indonesia dulu dan sekarang sama
tak ada merubah warna
tak ada merubah cuaca
tak ada tawa
lelucon belaka
guyon nasional
humor basi tadi malam//….(Rofiah Ros dalam ‘Mereka lupa dikasih Uang Ibu).
Di tempat lain dalam masa reformasi Indonesia itu Wahyu Cipta mengumpamakan seperti ‘Membakar Sampah Mie Instan’
…//Di tempat kami berdiri
Ratusan pabrik dan ribuan orang Bekasi
Menjadi ibu kost bagi buruh Indonesia
Lalu macet sore hari jelang mesin pabrik
berhenti
Di tempat kami berdiri corong pabrik berasap dan suara mesin //…
….//Aku meyakini, ialah rangkuman peristiwa tentang cinta Terkemas menjelma uban ….// keriput dan langkah renta
Pada alur tangan, tempat takdir diletakkan
Lalu perlahan kau melewati
Dengan ketabahan ungu Tanpa gerutu,,
Sekalipun luka nyenyak,, di dadamu yang sajak,
Mak,//…(Seruni uniedalam Pulang).
Keadaan ini ditegaskan leh Wulan Ajeng Fitriani dalam ‘Jujur Tlah Dikubur’
//Ibupun ternganga
Tak menyangka
Hidup seberapakah kita di alam fana?
Mengapa tikus-tikus liar itu masih berdiri tegak disana?
Bagai pembantu yang menilap uang majikannya
Nampak kacang yang lupa kulitnya
Mengendap – endap mengambil jatah rakyat
Menilap rizki umat//….
Akhirnya sebuah dokumen kesaksian ibu di era reformasi ini ditiutup dengan …//Ibu izinkan pulang kerahimmu sebab takutgigil dan lapar menelan kutukmu.//…. Dyah Setyawati , katanya dalam ‘Pesan Rakyat Kepada wakil Rakyat’.
Rg Bagus warsono
Kirimkan Ini lewat Email
BlogThis!
Berbagi ke Twitter
Berbagi ke Facebook
Bagikan ke Pinterest
Senin, 21 Desember 2015
Dari Patpat Gulipat sampai Dagelan
Dari Patpat Gulipat sampai Dagelan
Menyorti puisi Sekarepmu bukan hal yang biasa seperti pada puisi-puisi dengan tema lain. Sakarepmu dalam antologi ini memiliki keragaman isi karena ‘sekarepnya itu. Beberapa puisi tampak menggoda karena ada beberapa puisi yang diangkat dari tema yang lagi hangat di tahun 2015 tetapi ada beberapa puisi yang memiliki kekuatan yang tidak saja hangat pada tahun ini tetapi selalu ‘panas sepanjang masa. Kepiawaian penyair Sakarepmu akan ditemukan pada penyair-penyair yang tak asing bagi pecinta sastra khususnya puisi.
Ada beberapa puisi yang sanggup mencegah utuk tidak berhenti mengapresiasi dalam buku ini, tetapi yang mengupas puisi akan terpana bila menemukan syair yang menawan dipandang. Puisi Sakarepmu telah memberikan warna tersendiri dalam belantara sastra Indonesia terkini. Mari kita buktikan keistimewaan itu dengan apresiasi ‘sakarepmu.
Penyair Aan Jasudra, Agustav Triono, Ali Syamsudin Arsi, Aloeth Pathi, Anggi Putri menyuguhkan beragam tema menarik, sedangkan penyair Anggoro Suprapto, Arif Khilwa dan Ary Sastra tampak memberikan warna penghangat puisi yang membuka buku ini semakin menarik. Anggoro Suprapto dalam puisi Pahlawan Gembus (1) dan (2)//............/Sampai akhirnya datang seorang rahib buta/Negerimu belum merdeka, katanya/Rakyat jatuh dari mulut singa masuk ke mulut buaya/Jika dulu dijajah orang-orang asing/Sekarang dijajah bangsa sendiri/...//. Pahlawan Gembus (2)//..../Angin pun bertiup pelan/Udara mengabarkan/Di negeri ini atas nama rakyat/Muncullah para pahlawan/Mengaku membela kebenaran/Mengaku membela nusa bangsa/Tapi sesungguhnya mereka cidra/Hanya pahlawan gembus/Bicaranya nggedebus/Perilakunya ubas-ubus/Mlekethus//. Arif Khilwa penyair kelahiran Pathi pada puisi Senayan Beronani//.../Biarkan kelaminmu dikebiri/Air mani akan terus mengalir/Rahim bumi akan mengandung/Lahirkan generasi baru/Yang mampu teruskan Aumanmu/Sebelum mereka ditikam berita.//Ary Sastra penyair Padang dalam Negeri Patpatgulipat//.../di negeri patpatgulipat/banyak yang mengaku bermartabat/pura pura pegang amanat/eh tak tahunya penjahat/.../di negeri patpatgulipat/semuanya mengaku atas nama rakyat/
bergaya seperti ustad/uang rakyatpun disikat/...//.
Pada puisi-puisi Buana K.S, Budhi Setyawan tidak kalah menariknya, sedang Dasuki Kosim dengan Ada Google Traslate di Gedung DPR memberi warna Sakarepmu kehangatan itu. Mari kita lihat puisi Dasuki Kosim : Ada Google Traslate di Gedung DPR//Merubah bahasa rakyat /pengamat politik atau pakar universitas/Oleh corong mikrofun/Dimeja dewan , sehingga A jadi B dan kemudian A lagi lalu C/Google Traslate di Gedung DPR bicara sendiri/Lalu diamieni/...// dan perempuan penyair Denis Hilmawati juga bertutur tentang Perjalanan Panjang-nya.
Diah Natalia, Eddie MNS Soemanto, Eri Syofratmin dan Fernanda Rochman Ardhana serta Fitrah Anugerah memberikan judul-judul puisi yang menarik lagi.Berikut beberapa cuplikannya : Diah Natalia perempuan penyair kelahiran Jakarta pada puisi Sederhana//....../Kepada pezina bangsa,/Haruskah lebih banyak darah yang mengalir agar kita tahu betapa merahnya bendera kita?/Haruskah lebih banyak kain kafan, agar kita tahu betapa putih bendera kita?/Sederhana saja,/Jagalah impian kemerdekaan/Jadikan bangsa ini mumpuni/Damai dalam ahlak kesantunan/
Sejahtera dalam kemandirian//.Eddie MNS Soemanto pada puisi berjudul Sakarepmu penyair kelahiran Padang ini mengungkap bagaimana kemunafikan manusia , berikut cuplikannya://......./maka teruslah kamu bicara/teruskan puja-pujimu kepada pekerjaanmu/kepada pimpinanmu/ sementara puja-pujimu kepada Tuhan/
hanya mungkin, diletakkan sebagai pemanis/ karena itu semua gak ngaruh/
dengan sikap dan omonganmu/...// Eri Syofratmin penyair dari Muara Bungo pada puisi Ulat Bulu :puisi pendek yang sarat makna//Meraba satu/satu kena/kena semua/miyang/di garuk satu/satu kena/kena semua/gatal/dasar ulat bulu/menyebar di helai-helai/kebencian dan kedengkian//.Fernanda Rochman Ardhana kelahiran Jember pada puisi Sajak Penutup, berikut cuplikanya//../dari semok pantatmu kami kian mencumbui tanya://.........../“Inikah pemuas birahi yang Tuhan sajikan dari surga-Nya?”/hanya saja kami tak dapat nikmati, dari balik tudung/rambutmu berbiak di puncak alam pikir/lurus ataukah berkelok, hingga mampu mengumbar amal/bagi kami, lelaki penuh makrifat//.
Fitrah Anugerah penyair kelahiran Surabaya menulis Pada Celana Dalamku//..../Aku meluapkan kidung kegembiraan./ Aku menjerit pada ombak ganas.Tenggelam aku pada palung terdalam. /Agar ikan-ikan menemui tubuhku/Kau tahu akan kembali padamu pagi nanti di pinggir dermaga/Kau akan melihat ikan-ikan kecil terkumpul dalam celana dalam/Dari tubuhku kaku tak bernama//.Penyair Fitriyanti , Gampang Prawoto, Gunta Wirawan menambah semaraknya Sakarepmu, berikut cuplikannya: Kesunyian (Fitriyanti)//...../Walau hari-hariku tetap sendiri/Nan jauh dari ramainya perkotaan /Yang entah sampai kapan kan berakhir/ Tapi ku harus tetap tegar / Yah..tegar untuk jalani hidup /Sebagaimana yang sudah ditakdirkan Sang Pencipta//.
Sedang Gampang Prawoto penyair Bojonegoro menulis Sarijah Gadis Virtual
/...// batubatu beterbangan/membelah membutir kerikil/merias wajah semolek debu/
menghampiri celah dinding/dinding halus kuning langsat/Si cantik "Sarijah" gadis lugu/
lahir di desa tanpa listrik, sumur dan wc/besar di metropolitan/berseliweran mobil mewah/berbaju tak berkutang, berkutang tak berbaju/menjulang tinggi apartemenmewah berkemul kaca/berpenghuni tanpa katepe dan surat nikah/...//.
Gunta Wirawan penyair kelahiran Singkawang Kalimantan Barat menulis Surat Terbuka Untuk Asap//...../Asap/Kamu itu ya/tempingal1 alias bengal/Sudah berapa kali aku bilang/Jangan cemari udara di negeriku ini/Jangan sesakkan napas anak-anak kami//......../ Di Kalimantan/Orang utan dan bekantan kena isap/Napasnya turun-naik, berbunyi sit sit/Sebagian asmanya kambuh, sebagian batuk darah/Sebagian mati/................/Bukan salah pengusaha, bukan salah penguasa/Bukan karena rakyat durhaka/Sebab tabiat maksiat, tabiat manusia:/Urusan hutan terbakar, terbakarlah saja/Jangan pula kau yang mengambil kesempatan/Menari-nari di atas penderitaan kami/Menyebarkan dirimu di seantero negeri/..........//.
Harkoni Madura dalam Tilawah Tanah Air, Haryatiningsih dalam Rekaman Maling, Hasan Bisri BFC dalam Nenek, Nikita, dan Permen Itu, berikut cuplikannya Harkoni Madura penyair asal Sampang Madura pada Tilawah Tanah Air : //....../menilawah tanah air/yang kumandang bukan kidung, bukan tembang/tapi erang sengangar umpatan/atas nama luka sayat kemanusiaan/yang sempoyongan, dan pingsan di hutan-hutan/ //menilawah tanah air/serasa dipupur,intrik,teror,persibakuan/dan sengkarut persekongkolan/,,,//. Haryatiningsih bicara Rekaman Maling//...../Ada maling bicara maling/Direkam oleh maling/Maling dan maling direkam/Karena kemalingan//. Sedang Hasan Bisri BFC menyuguhkan puisi yang sangat menarik
berudul :Jangan Salahkan Aku.
Helmi Setyawan dengan Aku ini Guru, Heru Mugiarso pada Apa Agamamu menambah gairah pembaca //.../Meja kursi apa agamamu/kok setiap malam/tak pernah membaca kitab suci/Kelamin, apakah agamamu/mengapa tak berzikir/setiap kali bercinta/Apa agamamu/Mengapa tak sembahyang/jiwamu?//. Iis Sri Pebriyanti perempuan remaja penyair asal Indramayu di judul Pagi Hari//....../Dengan perasaan bahagia/Dan berharap hari ini akan lebih baik/Dari hari-hari sebelumnya//. Jen Kelana penyair dari Nganjuk menulis , Kuteriakkan Hujat, Muhammad Lefand dari Sumenep menulis pada Matra Sang Presiden Bukan Penyair. Marsetio Hariadi pada Cinta Melulu, juga bagus disimak kita lihat ://seperti kucing anggora saja/seperti hamster saja/seperti cihuahua saja/yang takut melihat banyak anjing lapar di jalanan/Cinta memang bangsat/.....//. Nanang Suryadi penyair dari Serang menulis Dongeng, Penyair Kok Mendongeng?//......./“kasihan kau penyair, sibuk dengan imajimu sendiri.” katanya kepada cermin, selesai mandi/ia membeli yoyo, dari pasar malam. ...........//.
Kemudia kita lihat berikutnya, Navys Ahmad pada puisi Negeri Parahdoks
//di negeri ini/hutan-hutan kita paru-paru dunia/paru-parunya terbakar marahlah dunia/.../.../di negeri ini/orang bijak bayar pajak/sudah bayar malah dibajak/...//.
Novia Rika dengan “Puncak Cinta”-nya. Berikut cuplikan Puncak Cinta itu //......./Buat apa kau bakar nafsumu/Pada ilusi secerah warna mentari/Paha-paha terbuka/Dada-dada menggoda/Bibir-bibir merona/Tak 'kan mengajarkanmu cinta/Cinta tertinggi ada pada wanita/Yang mengendapkan cintanya dalam hati/Membiarkannya perih/'Tuk membuka jiwa yang murni//.
Nunung Noor El Niel penyair kelahiran pada puisi berjudul “Sampah”
//.../seperti sampah yang membusuk /menjadi timbunan-timbunan menyengat /
hanya untuk penampungan hasrat /ingin tumbuh subur sebagai benalu /
yang dipupuk dengan hujatan-hujatan/....//. Nur Fajriyah peyair muda asal Indramayu pada puisi Punggung yang Pergi (Ayah) menarik juga untuk direnungkan , sedang Osratus penyair Purbalingga yang tinggal di Sorong dalam puisi “Sebungkus Protes Rebus (untuk diriku)”/....// Halilintar, menyambar teko egoku/ Tutup telinga tutup hati, tidak mau aku/Mungkin, dia ingin mengatakan sesuatu/ Tapi usai berkoar, sembunyi di ketiak soreku/ Kapan kita duduk bersama, halilintarku?/...//. Rini Garini perempuan penyair ini menulis Dongeng Sebelum Tidur berikut cuplikannya ://.../Tikus-tikus beranak pinak /Layaknya gelombang pasang mereka berarak-arak /Mereka tak tahu lagi pijakan dan kehilangan pandangan/tikus berubah jadi buaya yang menakutkan / Jaring-jaring kata menjadi siloka yang tak bisa diterka/cicak-cicak selalu usil mengawasi gerak-gerik mereka/ perseteruan makin bergelora dan penuh prasangka/ Kedua belah pihak saling memasang perangkap./Kata-kata tak pernah senyap./Riuh suara-suara dalam udara pengap//.
Riswo Mulyadi penyair dari Banyumas juga menulis tentang guru dalam puisi Doa Seorang Guru di Hari Guru//.../Tuhan, karuniai aku ilmu yang dapat kuberikan di sisi amalku/sedikit saja, tak apa/asalkan mereka tercahayai/Tuhan, jangan tunjukan pada muridku, lauk yang kusantap/biarkan mereka melahap sarapan paginya dengan nikmat/agar di kelas mereka tetap semangat/...//. Riza Umami penyair muda belia dari Indramayu dalam Anugerah Tuhan//.../Pahamilahh./Resapilahh.. /Tuhan begitu adil /dan pada akhirnya /Semua yang kita lakukan akan mendapat balasanNya / Balasan yang begitu bijak /bijak dari apa yg kita perbuat /dan Tuhan akan tunjukkan kasih sayangNya.//.Sahadewa penyair dari Kupang menulis puisinya berjudul “Apa itu yang berbeda” berikut petikannya://.../Apa itu yang berbeda/Aku berkulit legam eksotis/sedang kulitmu bagai dipernis/Mulutku merah karena sirih pinang/sedang bibirmu bergincu bersulam benang/...//.Samsuni Sarman Penyair dari Banjarmasin menulis puisinya yang apik berjudul Percakapan di Runway//..../Maaf, saya ke Amrik bukan untuk selfi kok/cuma belajar bagaimana mengatur tambang emas di Papua/dan beberapa tambang minyak di lepas pantai/tentu untuk masa depan investasi yang lebih baik/dan saling menguntungkan, ya kan/...//.
Slamet Widodo penyair Solo yang bermukim di Jakarta pun menulis “Republik Dagelan” untuk Sakarepmu ini //.../...//Yang Mulia ............hamba saluut keberanian Paduka/melanggar etika dengan santun didepan mata/ hamba saluud keberanian paduka/mempertontonkan opera sabun dengan telanjang/hamba saluud keberanian paduka/melecehkan rakyat dengan tegas lugas dan tega/Yang Mulia ......../hamba salud keberanian paduka/berani dimaki .... berani dikutuk / berani diludahi .... berani dibajing bajingkan/ tak semua orang punya mental seperti paduka/bisa ceria menutup mata /....//. Sokanindya Pratiwi Wening dari Aceh di puisi “Indonesia Sakit” berikut cuplikan syairnya ://..../kalau para yang mulia itu sakit/aku juga sakit/sakit jiwa!/dulu memilih para pencoleng itu/mencoleng harta ibunya sendiri...!//.
Sunaryo JW dari Padang Lawas Utara dalkam puisinya “Sajak Tong Kosong”
//.../Ini adalah kaki yang lelah berjalan/Mendaki gunung, menyeberang lautan/
Mencari emas, menangkap ikan/Tapi kau kubur dan kau tenggelamkan./
Kau rekreasi ke luar negeri./Kami mati,/Kau menikmati selangkangan lagi!/.../
.../Begitulah kini Indonesia!//.
Sus S . Hardjono penyair dari Sragen menuturkan tetang” Candi”, sedangkan Suyitno Ethex menulis “Telatah Mojopahit”
//.../orang-orang salah kaprah mau benar sendiri/tak ada yang mau merasah salah, bila membohongi/hanya karena ingin kepuasan cepat tersaji/kalau semua sakarepe, jangan keblablasan/hingga lupa sejarah peradaban/yang susah, yang ditinggalkan/
karena bukan jamannya yang edan/tapi manusianya yang kehilangan/olah pikir yang keblablasan//. Tonganni Mentia perempuan penyair ini menulis “Pedati Senin Pagi” sedang perempuan penyair lainnya Tutik Hariyati S asal Sumedang menulis puisi “Siapa Mau Bicara Pertama”//.../Ketika keluarga makan bersama/Siapa mau bicara pertama/Besok besok /Berjalan apa adanya saja/Bu kenapa menu tak seperti biasa.//.
Ustadji Pantja Wibiarsa dalam Pelangi Jatuh, seperti cuplikan tulisannya :
//..../di dalam rumah, di pringgitan, di pendapa, di pelataran
di gapura, di jalan, di hati nurani orang-orang bermata tajam
tahukah kau, pelangi itu sedang dalam perjalanan
mengemban tugas dari penciptanya dengan misi penyelamatan
menyebarkan pengetahuan tentang perawatan dan pelestarian/........//.
Wadie Maharief penyair dari Yogyakarta mengungkap “Guru” dalam puisinya berikut cuplikannya: //....../Aku telah lama jadi bekas murid/tapi kau mungkin sudah jadi pensiunan guru/Kau tidak diingat ketika bekas muridmu jadi orang hebat/
kaya raya dan terkenal,/ tentu ini yang kau inginkan pada setiap muridmu/
Kau tidak salah ketika bekas murid ada yang jadi maling,/copet atau koruptor dan bahkan teroris, /ini pasti tidak pernah kau inginkan pada setiap muridmu/...//.
Wahyu Hidayat peyair dari Telagasari, Kepada Mantan berikut cuplikannya.
//.../aku telah menjadi debar yang lain bagimu. /dan sesungguhnya hujan dan malam tak perlu lagi kaurindukan,/jika semata mereka adalah jembatan untukmu mengingat masa lalu. /...//. Wans Sabang penyair dari Jakarta menulis “Segeralah Ajal!”
"Ajal, apa orang mau mati masih perlu bantal dan guling?" Di temani bantal-bantal empuk beserta guling gemuk berisi bulu-bulu angsa. Selang inpus meringkuk di ranjang tidur. Sering kusebut sebuah nama. Entah nama siapa? Yang jelas bukan nama Tuhan. Sementara para iblis dan malaikat menunggu di ruang tamu, berebut untuk saling merenggut ruh yang telah lama ku simpan di palung tubuh./ ...//. Wardjito Soeharso, peyair dan Budayawan asal Semarang memberi puisi berjudul ”Main Bermain” //.../Bermain tali/: terjerat/Bermain mata/: dusta/Bermain gila/: lupa keluarga/Bermain cinta/: duh, indahnya.//. Tampaknya Wardjito terinspirasi filosofi Jawa yang sering diungkapkan dalam keseharian yang kadang dilupakan, padahal jika direnungkan dapat sebagai pegangan dalam melangkah, keunggulan puisi ini adalah susunannya dimana baris-baris terakhir adalah sebuah klimak yang membuat penutup puisi tersenyum. Karakter Wardjito yang melekat adalah gemulainya puisi, meski pesan kadang 'mendobrak tetap memiliki keindahan puisi.
Wirol Haurissa penyair asal Ambon berjudul “Tamu” ciplikannya sebagai berikut ://.../aku turun bawakan oleh-oleh/sebuah lautan dan gunung dari sebarang/
jawabmu terserah /aku terima dengan kehangatan/seperti matahari tumbuh di atas pagi/kau berbisik, berikan padamu/aku jawab terserah/...//. Kemudian Yuditeha penyair asal Solo pada puisi “Reshuffle Kebelet” meulis ://.../suara klakson memantul di tembok ruang/dan sebagian serpihannya menancap ke daun telinga/membakar niat hingga menghanguskannya/barisan mata berlomba menonjolkan biji-bijinya/bernapsu memenangi sesuatu/yang sebenarnya bisa diurai damai/...//. Zaeni Boli peyair kelahira Flores yang bermukim di Bekasi ini pun turut dalam puisinya Tanggal yang Keliru, seperti cuplikaya: //Menjadi beling di matamu/Yang tajam dan indah adalah tatapan/Yang kanan dan kiri dalam ingatan adalah senyum/Dena/Bunga mekar/Kembang kuncup/Juga jamur di atas tai kebo/Adalah layang-layang putus dari imajinasi hari sabtu/...//.
Keragaman puisi-puisi Sekarepmu memiliki kesan yang sama yakni sebuah kecintaan terhadap negeri ini , tetapi ada yang menyoroti tentag guru ,tentang alam, tentang kesendirian, tentang cinta, bahkan tentang gagasan antologi ini, yang diungkapkan dalam bahasa penyair tersendiri dengan berbagai sifat ungkapan yang dikemas pada frase-frase pilihan sehingga merupakan diksi yang membawa puisi itu menarik dibaca.
Tiada adil jika mengupas beberapa puisi sakarepmu, dengan berbagai sudut pandang, apalagi satu –persatu , hanya sebuah pembuka sakarepmu agar menjadi kenangan indah. Apresiasi selanjutnya tentu pada pembaca, puisi-puisi Sakarepmu sangat menghibur dan makna yang luas.
Akhirnya kita dapat menangkap bahwa sesungguhnya telah terjadi protes terhadap apa yang tidak selaras dalam kehidupan di republik ini yang diungkapkan bahasa penyair dalam bahasa puisi. Dan penyair hanya bisa berharap dan memberikan sumbangsih untuk penyelamatan ruh negeri ini.
Rg Bagus Warsono, Kurator di HMGM tinggal di Indramayu.17-12-2015
Menyorti puisi Sekarepmu bukan hal yang biasa seperti pada puisi-puisi dengan tema lain. Sakarepmu dalam antologi ini memiliki keragaman isi karena ‘sekarepnya itu. Beberapa puisi tampak menggoda karena ada beberapa puisi yang diangkat dari tema yang lagi hangat di tahun 2015 tetapi ada beberapa puisi yang memiliki kekuatan yang tidak saja hangat pada tahun ini tetapi selalu ‘panas sepanjang masa. Kepiawaian penyair Sakarepmu akan ditemukan pada penyair-penyair yang tak asing bagi pecinta sastra khususnya puisi.
Ada beberapa puisi yang sanggup mencegah utuk tidak berhenti mengapresiasi dalam buku ini, tetapi yang mengupas puisi akan terpana bila menemukan syair yang menawan dipandang. Puisi Sakarepmu telah memberikan warna tersendiri dalam belantara sastra Indonesia terkini. Mari kita buktikan keistimewaan itu dengan apresiasi ‘sakarepmu.
Penyair Aan Jasudra, Agustav Triono, Ali Syamsudin Arsi, Aloeth Pathi, Anggi Putri menyuguhkan beragam tema menarik, sedangkan penyair Anggoro Suprapto, Arif Khilwa dan Ary Sastra tampak memberikan warna penghangat puisi yang membuka buku ini semakin menarik. Anggoro Suprapto dalam puisi Pahlawan Gembus (1) dan (2)//............/Sampai akhirnya datang seorang rahib buta/Negerimu belum merdeka, katanya/Rakyat jatuh dari mulut singa masuk ke mulut buaya/Jika dulu dijajah orang-orang asing/Sekarang dijajah bangsa sendiri/...//. Pahlawan Gembus (2)//..../Angin pun bertiup pelan/Udara mengabarkan/Di negeri ini atas nama rakyat/Muncullah para pahlawan/Mengaku membela kebenaran/Mengaku membela nusa bangsa/Tapi sesungguhnya mereka cidra/Hanya pahlawan gembus/Bicaranya nggedebus/Perilakunya ubas-ubus/Mlekethus//. Arif Khilwa penyair kelahiran Pathi pada puisi Senayan Beronani//.../Biarkan kelaminmu dikebiri/Air mani akan terus mengalir/Rahim bumi akan mengandung/Lahirkan generasi baru/Yang mampu teruskan Aumanmu/Sebelum mereka ditikam berita.//Ary Sastra penyair Padang dalam Negeri Patpatgulipat//.../di negeri patpatgulipat/banyak yang mengaku bermartabat/pura pura pegang amanat/eh tak tahunya penjahat/.../di negeri patpatgulipat/semuanya mengaku atas nama rakyat/
bergaya seperti ustad/uang rakyatpun disikat/...//.
Pada puisi-puisi Buana K.S, Budhi Setyawan tidak kalah menariknya, sedang Dasuki Kosim dengan Ada Google Traslate di Gedung DPR memberi warna Sakarepmu kehangatan itu. Mari kita lihat puisi Dasuki Kosim : Ada Google Traslate di Gedung DPR//Merubah bahasa rakyat /pengamat politik atau pakar universitas/Oleh corong mikrofun/Dimeja dewan , sehingga A jadi B dan kemudian A lagi lalu C/Google Traslate di Gedung DPR bicara sendiri/Lalu diamieni/...// dan perempuan penyair Denis Hilmawati juga bertutur tentang Perjalanan Panjang-nya.
Diah Natalia, Eddie MNS Soemanto, Eri Syofratmin dan Fernanda Rochman Ardhana serta Fitrah Anugerah memberikan judul-judul puisi yang menarik lagi.Berikut beberapa cuplikannya : Diah Natalia perempuan penyair kelahiran Jakarta pada puisi Sederhana//....../Kepada pezina bangsa,/Haruskah lebih banyak darah yang mengalir agar kita tahu betapa merahnya bendera kita?/Haruskah lebih banyak kain kafan, agar kita tahu betapa putih bendera kita?/Sederhana saja,/Jagalah impian kemerdekaan/Jadikan bangsa ini mumpuni/Damai dalam ahlak kesantunan/
Sejahtera dalam kemandirian//.Eddie MNS Soemanto pada puisi berjudul Sakarepmu penyair kelahiran Padang ini mengungkap bagaimana kemunafikan manusia , berikut cuplikannya://......./maka teruslah kamu bicara/teruskan puja-pujimu kepada pekerjaanmu/kepada pimpinanmu/ sementara puja-pujimu kepada Tuhan/
hanya mungkin, diletakkan sebagai pemanis/ karena itu semua gak ngaruh/
dengan sikap dan omonganmu/...// Eri Syofratmin penyair dari Muara Bungo pada puisi Ulat Bulu :puisi pendek yang sarat makna//Meraba satu/satu kena/kena semua/miyang/di garuk satu/satu kena/kena semua/gatal/dasar ulat bulu/menyebar di helai-helai/kebencian dan kedengkian//.Fernanda Rochman Ardhana kelahiran Jember pada puisi Sajak Penutup, berikut cuplikanya//../dari semok pantatmu kami kian mencumbui tanya://.........../“Inikah pemuas birahi yang Tuhan sajikan dari surga-Nya?”/hanya saja kami tak dapat nikmati, dari balik tudung/rambutmu berbiak di puncak alam pikir/lurus ataukah berkelok, hingga mampu mengumbar amal/bagi kami, lelaki penuh makrifat//.
Fitrah Anugerah penyair kelahiran Surabaya menulis Pada Celana Dalamku//..../Aku meluapkan kidung kegembiraan./ Aku menjerit pada ombak ganas.Tenggelam aku pada palung terdalam. /Agar ikan-ikan menemui tubuhku/Kau tahu akan kembali padamu pagi nanti di pinggir dermaga/Kau akan melihat ikan-ikan kecil terkumpul dalam celana dalam/Dari tubuhku kaku tak bernama//.Penyair Fitriyanti , Gampang Prawoto, Gunta Wirawan menambah semaraknya Sakarepmu, berikut cuplikannya: Kesunyian (Fitriyanti)//...../Walau hari-hariku tetap sendiri/Nan jauh dari ramainya perkotaan /Yang entah sampai kapan kan berakhir/ Tapi ku harus tetap tegar / Yah..tegar untuk jalani hidup /Sebagaimana yang sudah ditakdirkan Sang Pencipta//.
Sedang Gampang Prawoto penyair Bojonegoro menulis Sarijah Gadis Virtual
/...// batubatu beterbangan/membelah membutir kerikil/merias wajah semolek debu/
menghampiri celah dinding/dinding halus kuning langsat/Si cantik "Sarijah" gadis lugu/
lahir di desa tanpa listrik, sumur dan wc/besar di metropolitan/berseliweran mobil mewah/berbaju tak berkutang, berkutang tak berbaju/menjulang tinggi apartemenmewah berkemul kaca/berpenghuni tanpa katepe dan surat nikah/...//.
Gunta Wirawan penyair kelahiran Singkawang Kalimantan Barat menulis Surat Terbuka Untuk Asap//...../Asap/Kamu itu ya/tempingal1 alias bengal/Sudah berapa kali aku bilang/Jangan cemari udara di negeriku ini/Jangan sesakkan napas anak-anak kami//......../ Di Kalimantan/Orang utan dan bekantan kena isap/Napasnya turun-naik, berbunyi sit sit/Sebagian asmanya kambuh, sebagian batuk darah/Sebagian mati/................/Bukan salah pengusaha, bukan salah penguasa/Bukan karena rakyat durhaka/Sebab tabiat maksiat, tabiat manusia:/Urusan hutan terbakar, terbakarlah saja/Jangan pula kau yang mengambil kesempatan/Menari-nari di atas penderitaan kami/Menyebarkan dirimu di seantero negeri/..........//.
Harkoni Madura dalam Tilawah Tanah Air, Haryatiningsih dalam Rekaman Maling, Hasan Bisri BFC dalam Nenek, Nikita, dan Permen Itu, berikut cuplikannya Harkoni Madura penyair asal Sampang Madura pada Tilawah Tanah Air : //....../menilawah tanah air/yang kumandang bukan kidung, bukan tembang/tapi erang sengangar umpatan/atas nama luka sayat kemanusiaan/yang sempoyongan, dan pingsan di hutan-hutan/ //menilawah tanah air/serasa dipupur,intrik,teror,persibakuan/dan sengkarut persekongkolan/,,,//. Haryatiningsih bicara Rekaman Maling//...../Ada maling bicara maling/Direkam oleh maling/Maling dan maling direkam/Karena kemalingan//. Sedang Hasan Bisri BFC menyuguhkan puisi yang sangat menarik
berudul :Jangan Salahkan Aku.
Helmi Setyawan dengan Aku ini Guru, Heru Mugiarso pada Apa Agamamu menambah gairah pembaca //.../Meja kursi apa agamamu/kok setiap malam/tak pernah membaca kitab suci/Kelamin, apakah agamamu/mengapa tak berzikir/setiap kali bercinta/Apa agamamu/Mengapa tak sembahyang/jiwamu?//. Iis Sri Pebriyanti perempuan remaja penyair asal Indramayu di judul Pagi Hari//....../Dengan perasaan bahagia/Dan berharap hari ini akan lebih baik/Dari hari-hari sebelumnya//. Jen Kelana penyair dari Nganjuk menulis , Kuteriakkan Hujat, Muhammad Lefand dari Sumenep menulis pada Matra Sang Presiden Bukan Penyair. Marsetio Hariadi pada Cinta Melulu, juga bagus disimak kita lihat ://seperti kucing anggora saja/seperti hamster saja/seperti cihuahua saja/yang takut melihat banyak anjing lapar di jalanan/Cinta memang bangsat/.....//. Nanang Suryadi penyair dari Serang menulis Dongeng, Penyair Kok Mendongeng?//......./“kasihan kau penyair, sibuk dengan imajimu sendiri.” katanya kepada cermin, selesai mandi/ia membeli yoyo, dari pasar malam. ...........//.
Kemudia kita lihat berikutnya, Navys Ahmad pada puisi Negeri Parahdoks
//di negeri ini/hutan-hutan kita paru-paru dunia/paru-parunya terbakar marahlah dunia/.../.../di negeri ini/orang bijak bayar pajak/sudah bayar malah dibajak/...//.
Novia Rika dengan “Puncak Cinta”-nya. Berikut cuplikan Puncak Cinta itu //......./Buat apa kau bakar nafsumu/Pada ilusi secerah warna mentari/Paha-paha terbuka/Dada-dada menggoda/Bibir-bibir merona/Tak 'kan mengajarkanmu cinta/Cinta tertinggi ada pada wanita/Yang mengendapkan cintanya dalam hati/Membiarkannya perih/'Tuk membuka jiwa yang murni//.
Nunung Noor El Niel penyair kelahiran pada puisi berjudul “Sampah”
//.../seperti sampah yang membusuk /menjadi timbunan-timbunan menyengat /
hanya untuk penampungan hasrat /ingin tumbuh subur sebagai benalu /
yang dipupuk dengan hujatan-hujatan/....//. Nur Fajriyah peyair muda asal Indramayu pada puisi Punggung yang Pergi (Ayah) menarik juga untuk direnungkan , sedang Osratus penyair Purbalingga yang tinggal di Sorong dalam puisi “Sebungkus Protes Rebus (untuk diriku)”/....// Halilintar, menyambar teko egoku/ Tutup telinga tutup hati, tidak mau aku/Mungkin, dia ingin mengatakan sesuatu/ Tapi usai berkoar, sembunyi di ketiak soreku/ Kapan kita duduk bersama, halilintarku?/...//. Rini Garini perempuan penyair ini menulis Dongeng Sebelum Tidur berikut cuplikannya ://.../Tikus-tikus beranak pinak /Layaknya gelombang pasang mereka berarak-arak /Mereka tak tahu lagi pijakan dan kehilangan pandangan/tikus berubah jadi buaya yang menakutkan / Jaring-jaring kata menjadi siloka yang tak bisa diterka/cicak-cicak selalu usil mengawasi gerak-gerik mereka/ perseteruan makin bergelora dan penuh prasangka/ Kedua belah pihak saling memasang perangkap./Kata-kata tak pernah senyap./Riuh suara-suara dalam udara pengap//.
Riswo Mulyadi penyair dari Banyumas juga menulis tentang guru dalam puisi Doa Seorang Guru di Hari Guru//.../Tuhan, karuniai aku ilmu yang dapat kuberikan di sisi amalku/sedikit saja, tak apa/asalkan mereka tercahayai/Tuhan, jangan tunjukan pada muridku, lauk yang kusantap/biarkan mereka melahap sarapan paginya dengan nikmat/agar di kelas mereka tetap semangat/...//. Riza Umami penyair muda belia dari Indramayu dalam Anugerah Tuhan//.../Pahamilahh./Resapilahh.. /Tuhan begitu adil /dan pada akhirnya /Semua yang kita lakukan akan mendapat balasanNya / Balasan yang begitu bijak /bijak dari apa yg kita perbuat /dan Tuhan akan tunjukkan kasih sayangNya.//.Sahadewa penyair dari Kupang menulis puisinya berjudul “Apa itu yang berbeda” berikut petikannya://.../Apa itu yang berbeda/Aku berkulit legam eksotis/sedang kulitmu bagai dipernis/Mulutku merah karena sirih pinang/sedang bibirmu bergincu bersulam benang/...//.Samsuni Sarman Penyair dari Banjarmasin menulis puisinya yang apik berjudul Percakapan di Runway//..../Maaf, saya ke Amrik bukan untuk selfi kok/cuma belajar bagaimana mengatur tambang emas di Papua/dan beberapa tambang minyak di lepas pantai/tentu untuk masa depan investasi yang lebih baik/dan saling menguntungkan, ya kan/...//.
Slamet Widodo penyair Solo yang bermukim di Jakarta pun menulis “Republik Dagelan” untuk Sakarepmu ini //.../...//Yang Mulia ............hamba saluut keberanian Paduka/melanggar etika dengan santun didepan mata/ hamba saluud keberanian paduka/mempertontonkan opera sabun dengan telanjang/hamba saluud keberanian paduka/melecehkan rakyat dengan tegas lugas dan tega/Yang Mulia ......../hamba salud keberanian paduka/berani dimaki .... berani dikutuk / berani diludahi .... berani dibajing bajingkan/ tak semua orang punya mental seperti paduka/bisa ceria menutup mata /....//. Sokanindya Pratiwi Wening dari Aceh di puisi “Indonesia Sakit” berikut cuplikan syairnya ://..../kalau para yang mulia itu sakit/aku juga sakit/sakit jiwa!/dulu memilih para pencoleng itu/mencoleng harta ibunya sendiri...!//.
Sunaryo JW dari Padang Lawas Utara dalkam puisinya “Sajak Tong Kosong”
//.../Ini adalah kaki yang lelah berjalan/Mendaki gunung, menyeberang lautan/
Mencari emas, menangkap ikan/Tapi kau kubur dan kau tenggelamkan./
Kau rekreasi ke luar negeri./Kami mati,/Kau menikmati selangkangan lagi!/.../
.../Begitulah kini Indonesia!//.
Sus S . Hardjono penyair dari Sragen menuturkan tetang” Candi”, sedangkan Suyitno Ethex menulis “Telatah Mojopahit”
//.../orang-orang salah kaprah mau benar sendiri/tak ada yang mau merasah salah, bila membohongi/hanya karena ingin kepuasan cepat tersaji/kalau semua sakarepe, jangan keblablasan/hingga lupa sejarah peradaban/yang susah, yang ditinggalkan/
karena bukan jamannya yang edan/tapi manusianya yang kehilangan/olah pikir yang keblablasan//. Tonganni Mentia perempuan penyair ini menulis “Pedati Senin Pagi” sedang perempuan penyair lainnya Tutik Hariyati S asal Sumedang menulis puisi “Siapa Mau Bicara Pertama”//.../Ketika keluarga makan bersama/Siapa mau bicara pertama/Besok besok /Berjalan apa adanya saja/Bu kenapa menu tak seperti biasa.//.
Ustadji Pantja Wibiarsa dalam Pelangi Jatuh, seperti cuplikan tulisannya :
//..../di dalam rumah, di pringgitan, di pendapa, di pelataran
di gapura, di jalan, di hati nurani orang-orang bermata tajam
tahukah kau, pelangi itu sedang dalam perjalanan
mengemban tugas dari penciptanya dengan misi penyelamatan
menyebarkan pengetahuan tentang perawatan dan pelestarian/........//.
Wadie Maharief penyair dari Yogyakarta mengungkap “Guru” dalam puisinya berikut cuplikannya: //....../Aku telah lama jadi bekas murid/tapi kau mungkin sudah jadi pensiunan guru/Kau tidak diingat ketika bekas muridmu jadi orang hebat/
kaya raya dan terkenal,/ tentu ini yang kau inginkan pada setiap muridmu/
Kau tidak salah ketika bekas murid ada yang jadi maling,/copet atau koruptor dan bahkan teroris, /ini pasti tidak pernah kau inginkan pada setiap muridmu/...//.
Wahyu Hidayat peyair dari Telagasari, Kepada Mantan berikut cuplikannya.
//.../aku telah menjadi debar yang lain bagimu. /dan sesungguhnya hujan dan malam tak perlu lagi kaurindukan,/jika semata mereka adalah jembatan untukmu mengingat masa lalu. /...//. Wans Sabang penyair dari Jakarta menulis “Segeralah Ajal!”
"Ajal, apa orang mau mati masih perlu bantal dan guling?" Di temani bantal-bantal empuk beserta guling gemuk berisi bulu-bulu angsa. Selang inpus meringkuk di ranjang tidur. Sering kusebut sebuah nama. Entah nama siapa? Yang jelas bukan nama Tuhan. Sementara para iblis dan malaikat menunggu di ruang tamu, berebut untuk saling merenggut ruh yang telah lama ku simpan di palung tubuh./ ...//. Wardjito Soeharso, peyair dan Budayawan asal Semarang memberi puisi berjudul ”Main Bermain” //.../Bermain tali/: terjerat/Bermain mata/: dusta/Bermain gila/: lupa keluarga/Bermain cinta/: duh, indahnya.//. Tampaknya Wardjito terinspirasi filosofi Jawa yang sering diungkapkan dalam keseharian yang kadang dilupakan, padahal jika direnungkan dapat sebagai pegangan dalam melangkah, keunggulan puisi ini adalah susunannya dimana baris-baris terakhir adalah sebuah klimak yang membuat penutup puisi tersenyum. Karakter Wardjito yang melekat adalah gemulainya puisi, meski pesan kadang 'mendobrak tetap memiliki keindahan puisi.
Wirol Haurissa penyair asal Ambon berjudul “Tamu” ciplikannya sebagai berikut ://.../aku turun bawakan oleh-oleh/sebuah lautan dan gunung dari sebarang/
jawabmu terserah /aku terima dengan kehangatan/seperti matahari tumbuh di atas pagi/kau berbisik, berikan padamu/aku jawab terserah/...//. Kemudian Yuditeha penyair asal Solo pada puisi “Reshuffle Kebelet” meulis ://.../suara klakson memantul di tembok ruang/dan sebagian serpihannya menancap ke daun telinga/membakar niat hingga menghanguskannya/barisan mata berlomba menonjolkan biji-bijinya/bernapsu memenangi sesuatu/yang sebenarnya bisa diurai damai/...//. Zaeni Boli peyair kelahira Flores yang bermukim di Bekasi ini pun turut dalam puisinya Tanggal yang Keliru, seperti cuplikaya: //Menjadi beling di matamu/Yang tajam dan indah adalah tatapan/Yang kanan dan kiri dalam ingatan adalah senyum/Dena/Bunga mekar/Kembang kuncup/Juga jamur di atas tai kebo/Adalah layang-layang putus dari imajinasi hari sabtu/...//.
Keragaman puisi-puisi Sekarepmu memiliki kesan yang sama yakni sebuah kecintaan terhadap negeri ini , tetapi ada yang menyoroti tentag guru ,tentang alam, tentang kesendirian, tentang cinta, bahkan tentang gagasan antologi ini, yang diungkapkan dalam bahasa penyair tersendiri dengan berbagai sifat ungkapan yang dikemas pada frase-frase pilihan sehingga merupakan diksi yang membawa puisi itu menarik dibaca.
Tiada adil jika mengupas beberapa puisi sakarepmu, dengan berbagai sudut pandang, apalagi satu –persatu , hanya sebuah pembuka sakarepmu agar menjadi kenangan indah. Apresiasi selanjutnya tentu pada pembaca, puisi-puisi Sakarepmu sangat menghibur dan makna yang luas.
Akhirnya kita dapat menangkap bahwa sesungguhnya telah terjadi protes terhadap apa yang tidak selaras dalam kehidupan di republik ini yang diungkapkan bahasa penyair dalam bahasa puisi. Dan penyair hanya bisa berharap dan memberikan sumbangsih untuk penyelamatan ruh negeri ini.
Rg Bagus Warsono, Kurator di HMGM tinggal di Indramayu.17-12-2015
Sabtu, 29 Agustus 2015
Tifa Nusantara II

PESERTA TIFA NUSANTARA 2
1. A.Nabil Wibisana (Kupang)
2. Abah Yoyok (Tangerang)
3. Abimanyu Hadi Sukoro (Tangerang)
4. Achmad Dasuki (Tangerang)
5. Ade Riyan Purnama (Jakarta)
6. Adriana Tjandra Dewi (Jakarta)
7. Agus Chaerudin (Tangerang)
8. Agustinus Wahyono (Kaltim)
9. Aksan Taqwin Embe (Tangerang)
10. Ali Satri Efendi (Bekasi)
11. Ali Syamsudin Arsi (Kalsel)
12. Aloeth Pathi (Pati)
13. Aly D Musyrifa (Yogyakarta)
14. Alya Salaisha (Bekasi)
15. Andre Theriqa (Tangerang)
16. Anna Mariyana (Kalsel)
17. Anggi Putri (Surabaya)
18. Arafat Ahc (Demak)
19. Ardi Susanti (Tulungagung)
20. Arif Khilwa (Pati)
21. Arsyad Indradi (Kalsel)
22. Ary Nurdiana (Madiun)
23. Astri Anjani (Jakarta)
24. Atin Lelya Sukowati (Yogyakarta)
25. Aulia Nur Inayah (Tegal)
26. A’yat Khalili (Madura)
27. Ayid Suyitno (Bekasi)
28. Ayu Cipta (Tangerang)
29. Azizah Nur Fitriana (Medan)
30. Bambang Eka Prasetya (Magelang)
31. Bambang Widiatmoko (Bekasi)
32. Betta Anugrah Setiani (Bogor)
33. Budhi Wiryawan (Yogyakarta)
34. Budhi Setyawan (Bekasi)
35. Bustan Basir Maras (Yogyakarta)
36. Citra Sasmita (Bali)
37. Daru Maheldaswara (Yogyakarta)
38. Dedet Setiadi (Magelang)
39. Destiyandi Kurniawati (Tangerang)
40. Dharmadi (Purwokerto)
41. Dian Hartati (Bandung)
42. Dian Rusdiana (Bekasi)
43. Dianing Widya (Depok)
44. Didi Kaha (Tangerang)
45. Dimas Arika Mihardja (Jambi)
46. Dimas Indiana Senja (Yogyakarta)
47. Doddi Ahmad Fauji (Bandung)
48. Duta L. Dudikoff (Palembang)
49. Dwi Klik Santosa (Jakarta)
50. Ekohm Abiyasa (Karanganyar)
51. Eko Ragil Ar-Rahman (Riau)
52. Elisyus (Depok)
53. eL Trip Umiuki (Tangerang)
54. Emi Suy Hariyanto (Jakarta)
55. En Kurliadi Nf (Bekasi)
56. Enes (Tangerang)
57. Encep Abdullah (Serang)
58. Fahmi Wahid (Kalsel)
59. Faizy Mahmoed Haly (Demak)
60. Fajar Timur (Tangerang)
61. Fileski (Surabaya)
62. Fina Lanahdiana (Kendal)
63. Fitrah Anugerah (Bekasi)
64. Gampang Prawoto (Bojonegoro)
65. Gito Waluyo (Serang)
66. Giyanto Subagio (Jakarta)
67. Gustu Sasih (Lombok)
68. Hadi Sastra (Tangerang)
69. Hardi Rahman (Tangerang)
70. Hasan Bisri BFC (Bogor)
71. Helwatin Najwa (Kalsel)
72. Hermansyah Adnan (Banda Aceh)
73. Herwan FR (Serang)
74. Humam S. Chudori (Tangerang)
75. Husnul Khuluqi (Banyumas)
76. Iberahim (Kalsel)
77. Ibramsyah Amandit (Kalsel)
78. Ignatius Dwiana (Yogyakarta)
79. Imam Budiman (Kaltim)
80. Iman Sembada (Depok)
81. Irna Novia Damayanti (Purbalingga)
82. Juftazani (Tangerang)
83. Jumari HS (Kudus)
84. Koez Arraihan (Yogyakarta)
85. Kurnia Hidayati (Batang)
86. L. Surajiya (Yogyakarta)
87. Lailatul Kiptiyah (Mataram)
88. Lunar Nurmalam (Tangerang)
89. Mahroso Doloh (Purwokerto)
90. Majenis Panggar besi (Bengkulu)
91. Maria Roeslie (Kalsel)
92. Mirza Sastroatmodjo (Pati)
93. Moh. Ghufron Cholid (Madura)
94. Muhammad Asqalani eNeSTe (Riau)
95. Muhammad Lefand (Jember)
96. Muhammad Musyaffa (Banyumas)
97. Muhammad Rois Rinaldi (Cilegon)
98. Muhammad Subhan (Padang)
99. Mustafa Ismail (Tangerang)
100. Mustaqiem Eska (Palembang)
101. Nana Sastrawan (Tangerang)
102. Nani Karyono (Bandung)
103. Nani Tandjung (jakarta)
104. Nastain Achmad (Lamongan)
105. Nella S.Wulan (Bandung)
106. Niam At-Majha (Pati)
107. Niduparas Erlang (Serang)
108. Niken Kinanti (Pati)
109. Nila Hapsari (Bekasi)
110. Noi Bonita (Serang)
111. Novy Noorhayati Syahfida (Tangerang)
112. Nuniek Kharisma Rosalina (Banjar)
113. Nuning Kusumaning Palupi (Semarang)
114. Nurhadi (Kendal)
115. Nuyang Jaimee (Jakarta)
116. Otto Sukatno CR (Yogyakarta)
117. Pudwianto Arisanto (Jakarta)
118. Rahmi Airin (Jakarta)
119. Ratna Ayu Budhiarti (Garut)
120. Ratna M. Rochiman (Bandung)
121. Rezqie Muhammad AlFajar Atmanegara (Kalsel)
122. Rg. Bagus Warsono (Indramayu)
123. Ria Oktavia Indrawati (Depok)
124. Rini Intama (Tangerang)
125. Ritawati Jassin (Jakarta)
126. Riyanto El Jameel (Karawang)
127. Rizkia Hasmin (Padang)
128. Salimi Ahmad (Tangerang)
129. Seruni Unie (Solo)
130. Sindu Putra (Lombok)
131. Slamet Riyadi Sabrawi (Yogyakarta)
132. Sofyan RH. Zaid (Bekasi)
133. Sokanindya Pratiwi Wening (Lhokseumawe)
134. Sri Runia Komalayani (Sukabumi)
135. Sri Wintala Achmad (Cilacap)
136. Steve Elu (Kupang)
137. Sulaiman Djaya (Serang)
138. Sulaiman Juned (Padang)
139. Sus. S. Hardjono (Sragen)
140. Suyitno Ethex (Mojokerto)
141. Syarif hidayatullah (Kalsel)
142. Syihabul Furqon (Sumedang)
143. Tajuddin Noor Ganie (Kalsel)
144. Tawakal M. Iqbal (Bogor)
145. Thomas haryanto soekiran (Purworejo)
146. Tjahjono Widarmanto (Ngawi)
147. Tonganni Mentia (Toraja)
148. Uki Bayu Sedjati (Tangerang)
149. Umar Affiq (Rembang)
150. Varikesit ‘ra (Tasikmalaya)
151. Viddy AD Daery (Jakarta )
152. Villy J. Roesta (Tangerang)
153. Wadie Maharief (Yogyakarta)
154. Wans Sabang (Bekasi)
155. Wanto Tirta (Banyumas)
156. Weni Suryandari (Bekasi)
157. Wiluning (Tegal)
158. Windu Mandela (Sumedang)
159. Yudi Damanhuri (Serang)
160. Yuditeha (Solo)
161. Yusran Arifin (Tasikmalaya).
Selasa, 05 Mei 2015
Lumbung Puisi Sastrawan Indonesia
Lumbung Puisi Sastrawan Indonesia pada Mei 2015 ini telah terbit sampai jilid III. Direncanakan antologi ini sampai jilid X. Antologi Puisi yang menampung puisi penyair seluruh Indonesia dari berbagai pelosok Tanah Air dan segala umur ini dimulai pada tahun 2014 hingga berakhir sampai tahun 2019. Menurut penggagasnya Rg Bagus Warsono mengatakan bahwa antologi ini adalah dokumentasi karya penyair Indonesia terkini dan terlengkap kemudian karya-karya dalam Lumbung Puisi ini akan dirangkum dalam Antologi "Pualam Nusantara" . Penyair yang meroket namanya berkat Antologi terkenal 'Si Bung' ini mengatakan bahwa pada tiap-tiap periode antologi dibagi dalam jilid dengan mengusung berbagai tema seperti pada Jilid I bertema Budaya Nusantara, pada jilid II bertema Kampung Halaman dan pada jilid III betema Perempuan Desa. Gagasan dokumentasi sastra dalam antologi Lumbung Puisi sastrawan Indonesia ini mendapat sambutan dari ratusan penyair dari seluruh Tanah Air. Pada tiap-tiap jilid buku Antologi ini menjadi buku yang banyak di cari oleh berbagai kalangan pecinta sastra dan kalangan pendidikan. Lumbung puisi dinahkodai oleh penyair Rg Bagus Warsono dan melibatkan berbagai tokoh penyair terkenal seperti Sosiawan Leak, Wardjito Soeharso, Thomas Haryanto Soekiran, Ali Arsy, Hasan Bisri BSC, Dyah Styawati, Budhi Styawan, Sofyan RH Zaid, Dedari Rsia, Jimy Tumoka, Norochman Soedibyo serta banyak lagi sastrawan yang mendukung kegiatan ini. Lumbung puisi beralamat di sanggar Lukis dan sastra Meronte Jaring Indramayu yang letaknya di di Jalan Tulip Merah 6 perumahan Citra Dharma Ayu Margadadi Indramayu. Berikut para penyair Nusantara yang musinya masuk dalam Lumbung Puisi sastrawan Indonesia dari jilid I hingga III
Daftar Penyair Lumbung Puisi Jilid 1 Judul : Lumbung Puisi sastrawan Indonesia 2014 Karya : Sastrawan Indonesia 2014 1.Abdul Wahid, 2.Ali Syamsudin Ars, 3.Aloeth Pathi , 4.Andrian Eka Saputra , 5.CecepNurbani , 6.Dimas Indiana Senja, 7.Dwi Klik Santosa, 8.Eddie MNS Soemanto, 9.eL Trip Umiuki, 10.Fahmi Wahid, 11.Fasha Imani Febrianty, 12.Fitrah Anugerah , 13.Gampang Prawoto, 14.Iwan Kusmiadi, 15.Julia Hartini, 16Mohamad Amrin. 17.Moh. Ghufron Cholid , 18.Muhammad Hafeedz Amar Riskha, 19.Nieranita, 20.Novy Noorhayati Syahfida , 21.Puji Astuti, 22.Rezqie Muhammad AlFajar Atmanegara, 23.Ridwan Ch. Madris , 24.Roni Nugraha Syafroni , 25.Soekoso DM, 26.Sokanindya Pratiwi Wening, 27.Sus S. Hardjono, 28.Syarif hidayatullah, 29.Wadie Maharief, 30.Wardjito Soeharso,
Daftar Penyair Lumbung Puisi Jilid II
001. Abdul Wahid (Karanganyar) 002.Ali Syamsudin Arsi (Banjarbaru) 003.Alra Ramadhan (Kulonprogo) 004.Alya Salaisha-Sinta (Cikarang Kab. Bekasi)) 005. Aloeth Pathi (Pati) 006. Anita Riyani (Tanah Bumbu, Kalsel) 007.Andrian Eksa (Boyolali) 008 .Anung Ageng Prihantoko (Cilacap) 009. Aulia Nur Inayah (Tegal) 010 . Bambang Widiatmoko (Jakarta) 011. Badruz Zaman (Sumenep) 012.Budhi Setyawan (Bekasi) O13.Devi yulianti wafiah(Paseh) 014.Dewa Putu Sahadewa (Kupang) 015. Dhito Nur Ahmad( Makasar) 016.Dhinar Nadi Dewii (Sukoharjo) 017. Diah Natalia (Jakarta) 018.Diah Budiana (Serang) 019.Dian Rusdiana (Bekasi) 020.Dianie Apnialis M (Bandung) 021.Djemi Tomuka (Manado) O22.Devi yulianti wafiah(Paseh) 023.Dwi Rezki Hardianto Putra Rustan (Maros) 024.Elvis Regen (Palembang) 025. Ekohm Abiyasa (Karanganyar) 026. Esti Ismawati (Klaten) 027. En Kurliadi Nf (Sumenep) 028.Fatmawati Liliasari (Takalar) 029.Fasha Imani Febriyanti (Bandung) 030.Fitrah Anugerah (Bekasi) 031.Fitrah Rahim. (Maros) 032. Gampang Prawoto (Bojonegoro) 033.Ghufron Cholid (Sampang) 034.Hasan Bisri BFC (Bogor) 035. Hidayatul Hasanah (Trenggalek) 036.Imam Eka Puji Al-Ghazali (Batuputih) 037. I Putu Wahya Santosa (Bulelelng) 038.Iska Wolandari (Ogan Komering Ilir) 039.Jack Efendi (Bekasi) 040.Julia Hartini (Bandung) 041.Lucky Purwantini(Bekasi) 042.Lukni Maulana 043.M. Amin Mustika Muda (Barito Kuala,Kalsel) 044.M. Ardi Kurniawan(Jogyakarta) 045.Malisa Ladini (Semarang) 046.Ma'sum (Sumenep) 047.Muchlis darma Putra (Banyuwangi) 048.Novia Nurhayati (Bogor) 049.Nurul Hidayah (Banjarmasin) 050.Nyi Mas Rd Ade Titin Saskia Darmawan (Denpasar) 051.Niam At-Majha (Pati) 052.Novi Ageng Rizqy Amalia (Trenggalek) 053.Nur Lathifah Khoerun Nisa (Cilacap) 054.Nastain Achmad (Tuban) 055.Nila Hapsari (Bekasi) 056.Pradita nurmalia (Surakarta) 057. Roni Nugraha Syafroni (Cimahi) 058. Rachmat Juliaini (Makasar) 059.Rachmad Basuni 060. Refa Kris Dwi Samanta (Purwokerto) 061.Seruni Unie (Solo) 062.Syarif hidayatullah (Banjarmasin) 063. Sofyan RH. Zaid (Bekasi) 064.Sokanindya Pratiwi Wening (Medan) 065.Sugi Hartono (Batanghari) 066.Suyitno Ethex (Mojokerto) 067. Sindi Violinda(Medan) 068. Tuti Anggraeni (Bekasi) 069.Thomas haryanto soekiran (Purworejo) 070.Vera Mutiarasani (Karawang)
071.Wadie Maharief (Jogyakarta)
072.Wayan Jengki Sunarta 073. Wintala Achmad (Cilacap) 074.Wong agung utomo (Bekasi) 075. Wulandari ( Nawang Wulan) 076. Yusti Aprilina (Bengkulu Utara) 077.Zen AR 087. Diana Roosetindaro (Surakarta) 079.Ardi Susanti (Tulungagung) 080. Lailatul Kiptiyah (Mataram) 081. Munadi Oke
Penyair Lumbung Puisi Sastrawan Indonesia jilid III 001. Roni Nugraha Syafroni. (Kota Cimahi ) 002. I Putu Wahya Santosa (Kab.Buleleng) 003. Julia Hartini,( Bandung ) 004. Ahmad Samuel Jogawi (Pekalongan). 005. Devi Yulianti Wafiah , (kab Bandung ) 006. Ayu kusuma dewi,(Maumere,NTT) 007. Ali Syamsudin Arsi (Banjarbaru) 008. Ari Susanto,(Kebumen) 009. Osratus Sutarso (Sorong, Papua) 010. En Kurliadi Nf (Bekasi) 011. Sumrahadi (Munadi Oke)(Pesisir Selatan,Sumbar) 012. Hasan Maulana A.G (Subang) 013. Novia Rika Perwitasari. (Jakarta) 014. Budhi Setyawan, (Bekasi) 015. Ferry Willi Riawan (Surabaya) 016. Syarif hidayatullah, (Banjarmasin) 017. Fience Mokoginta,(Kotamobagu) 018. Anggi Putri, (Surabaya) 019. Niken Kinanti, (Pati) 020. Imam Khanafi, (Kudus) 021. Panji Subrata, (Pati) 022. Gampang Prawoto (Bojonegoro) 023. Nazri Z. Syah,(Aceh) 024. Akhmad Nurhadi Moekri (Sumenep) 025. BJ Aroki. (Pontianak) 026. Arif Rahman Hakim (Padang) 027. Aditya D. Sugiarso (Demak) 028. Ach.Shobirn ( Pontianak) 029. Taty Toeryanti Noer, 030. Aloeth Pathi, (Pati) 031. Kurnia Fajar (Wonogiri) 032. Alek Brawijaya (Teluk Kijing Sumatra Selatan) 033. Nuraini (Surakarta) 034. Alias, (Kendari) 035. Sofyan RH. Zaid (Sumenep) 036. Ukrowiyah (Kediri) 037. Markhatul Hamidah (Tangerang Selatan) 038. Syarifuddin Arifin (Padang) 039. Norool Fahriyah, (Pulang Pisau, Kalteng) 040. Dasuki Kosim (Indramayu) 041. Ayuning Tyas Muji Rahayu (Gresik) 042. Wahyu Hidayat( Banyuwangi) 043. Fitry Nurul Hanie (Medan) 044. Ni Made Rai Sri Artini (Kab Badung ,Bali) 045. Selendang Sulaiman (Badung Bali) 046. Yose Rizal Triarto (Cirebon) 047. Muakrim M Noer Soulisa (Maluku Tengah) 048. Sokanindya Pratiwi Wening (Aceh Utara) 049. Hasan Bisri BFC (Bogor) 050. Wadie Maharief (Yogyakarta) 051. Herlina Priyambodo (Jakarta) 052. Eddie MNS Soemanto (Padang) 053. Irawati (Pidie) 054. Dewa Sahadewa (Kupang) 055. Saifa Abidillah (Bantul) 056. Darman D. Hoeri (Malang) 057. Soekoso DM (Purworejo) 058. Joni Affandi (Cirebon) 059. Nurjanah Nasution (Medan) 060. Buana K.S (Sidoarjo Jawa Timur) 061. A. Rosidi (Sumenep) 062. Abu Ma’mur MF(sumenep) 063. Ikvan Hadi Prasetyo (Surabaya) 064. Alif Raung Firdaus (Jember) 065. Hartina Samosir (denpasar) 066. Edi Purwanto(Lampung Selatan) 067. Andre Wijaya (Binjai Sumatera Utara) 068. Tara Kartika Soenarto (Surakarta) 069. Imamah Fikriyati Azizah (Klaten) 070. Seruni Unie (Solo) 071. Tri Okta Argarini (Kediri) 072. Elvandarisa Astandi (Malang) 073. Purwanto (Surakarta) 074. Shonhaji (Sidoarjo
Daftar Penyair Lumbung Puisi Jilid 1 Judul : Lumbung Puisi sastrawan Indonesia 2014 Karya : Sastrawan Indonesia 2014 1.Abdul Wahid, 2.Ali Syamsudin Ars, 3.Aloeth Pathi , 4.Andrian Eka Saputra , 5.CecepNurbani , 6.Dimas Indiana Senja, 7.Dwi Klik Santosa, 8.Eddie MNS Soemanto, 9.eL Trip Umiuki, 10.Fahmi Wahid, 11.Fasha Imani Febrianty, 12.Fitrah Anugerah , 13.Gampang Prawoto, 14.Iwan Kusmiadi, 15.Julia Hartini, 16Mohamad Amrin. 17.Moh. Ghufron Cholid , 18.Muhammad Hafeedz Amar Riskha, 19.Nieranita, 20.Novy Noorhayati Syahfida , 21.Puji Astuti, 22.Rezqie Muhammad AlFajar Atmanegara, 23.Ridwan Ch. Madris , 24.Roni Nugraha Syafroni , 25.Soekoso DM, 26.Sokanindya Pratiwi Wening, 27.Sus S. Hardjono, 28.Syarif hidayatullah, 29.Wadie Maharief, 30.Wardjito Soeharso,
Daftar Penyair Lumbung Puisi Jilid II
001. Abdul Wahid (Karanganyar) 002.Ali Syamsudin Arsi (Banjarbaru) 003.Alra Ramadhan (Kulonprogo) 004.Alya Salaisha-Sinta (Cikarang Kab. Bekasi)) 005. Aloeth Pathi (Pati) 006. Anita Riyani (Tanah Bumbu, Kalsel) 007.Andrian Eksa (Boyolali) 008 .Anung Ageng Prihantoko (Cilacap) 009. Aulia Nur Inayah (Tegal) 010 . Bambang Widiatmoko (Jakarta) 011. Badruz Zaman (Sumenep) 012.Budhi Setyawan (Bekasi) O13.Devi yulianti wafiah(Paseh) 014.Dewa Putu Sahadewa (Kupang) 015. Dhito Nur Ahmad( Makasar) 016.Dhinar Nadi Dewii (Sukoharjo) 017. Diah Natalia (Jakarta) 018.Diah Budiana (Serang) 019.Dian Rusdiana (Bekasi) 020.Dianie Apnialis M (Bandung) 021.Djemi Tomuka (Manado) O22.Devi yulianti wafiah(Paseh) 023.Dwi Rezki Hardianto Putra Rustan (Maros) 024.Elvis Regen (Palembang) 025. Ekohm Abiyasa (Karanganyar) 026. Esti Ismawati (Klaten) 027. En Kurliadi Nf (Sumenep) 028.Fatmawati Liliasari (Takalar) 029.Fasha Imani Febriyanti (Bandung) 030.Fitrah Anugerah (Bekasi) 031.Fitrah Rahim. (Maros) 032. Gampang Prawoto (Bojonegoro) 033.Ghufron Cholid (Sampang) 034.Hasan Bisri BFC (Bogor) 035. Hidayatul Hasanah (Trenggalek) 036.Imam Eka Puji Al-Ghazali (Batuputih) 037. I Putu Wahya Santosa (Bulelelng) 038.Iska Wolandari (Ogan Komering Ilir) 039.Jack Efendi (Bekasi) 040.Julia Hartini (Bandung) 041.Lucky Purwantini(Bekasi) 042.Lukni Maulana 043.M. Amin Mustika Muda (Barito Kuala,Kalsel) 044.M. Ardi Kurniawan(Jogyakarta) 045.Malisa Ladini (Semarang) 046.Ma'sum (Sumenep) 047.Muchlis darma Putra (Banyuwangi) 048.Novia Nurhayati (Bogor) 049.Nurul Hidayah (Banjarmasin) 050.Nyi Mas Rd Ade Titin Saskia Darmawan (Denpasar) 051.Niam At-Majha (Pati) 052.Novi Ageng Rizqy Amalia (Trenggalek) 053.Nur Lathifah Khoerun Nisa (Cilacap) 054.Nastain Achmad (Tuban) 055.Nila Hapsari (Bekasi) 056.Pradita nurmalia (Surakarta) 057. Roni Nugraha Syafroni (Cimahi) 058. Rachmat Juliaini (Makasar) 059.Rachmad Basuni 060. Refa Kris Dwi Samanta (Purwokerto) 061.Seruni Unie (Solo) 062.Syarif hidayatullah (Banjarmasin) 063. Sofyan RH. Zaid (Bekasi) 064.Sokanindya Pratiwi Wening (Medan) 065.Sugi Hartono (Batanghari) 066.Suyitno Ethex (Mojokerto) 067. Sindi Violinda(Medan) 068. Tuti Anggraeni (Bekasi) 069.Thomas haryanto soekiran (Purworejo) 070.Vera Mutiarasani (Karawang)
071.Wadie Maharief (Jogyakarta)
072.Wayan Jengki Sunarta 073. Wintala Achmad (Cilacap) 074.Wong agung utomo (Bekasi) 075. Wulandari ( Nawang Wulan) 076. Yusti Aprilina (Bengkulu Utara) 077.Zen AR 087. Diana Roosetindaro (Surakarta) 079.Ardi Susanti (Tulungagung) 080. Lailatul Kiptiyah (Mataram) 081. Munadi Oke
Penyair Lumbung Puisi Sastrawan Indonesia jilid III 001. Roni Nugraha Syafroni. (Kota Cimahi ) 002. I Putu Wahya Santosa (Kab.Buleleng) 003. Julia Hartini,( Bandung ) 004. Ahmad Samuel Jogawi (Pekalongan). 005. Devi Yulianti Wafiah , (kab Bandung ) 006. Ayu kusuma dewi,(Maumere,NTT) 007. Ali Syamsudin Arsi (Banjarbaru) 008. Ari Susanto,(Kebumen) 009. Osratus Sutarso (Sorong, Papua) 010. En Kurliadi Nf (Bekasi) 011. Sumrahadi (Munadi Oke)(Pesisir Selatan,Sumbar) 012. Hasan Maulana A.G (Subang) 013. Novia Rika Perwitasari. (Jakarta) 014. Budhi Setyawan, (Bekasi) 015. Ferry Willi Riawan (Surabaya) 016. Syarif hidayatullah, (Banjarmasin) 017. Fience Mokoginta,(Kotamobagu) 018. Anggi Putri, (Surabaya) 019. Niken Kinanti, (Pati) 020. Imam Khanafi, (Kudus) 021. Panji Subrata, (Pati) 022. Gampang Prawoto (Bojonegoro) 023. Nazri Z. Syah,(Aceh) 024. Akhmad Nurhadi Moekri (Sumenep) 025. BJ Aroki. (Pontianak) 026. Arif Rahman Hakim (Padang) 027. Aditya D. Sugiarso (Demak) 028. Ach.Shobirn ( Pontianak) 029. Taty Toeryanti Noer, 030. Aloeth Pathi, (Pati) 031. Kurnia Fajar (Wonogiri) 032. Alek Brawijaya (Teluk Kijing Sumatra Selatan) 033. Nuraini (Surakarta) 034. Alias, (Kendari) 035. Sofyan RH. Zaid (Sumenep) 036. Ukrowiyah (Kediri) 037. Markhatul Hamidah (Tangerang Selatan) 038. Syarifuddin Arifin (Padang) 039. Norool Fahriyah, (Pulang Pisau, Kalteng) 040. Dasuki Kosim (Indramayu) 041. Ayuning Tyas Muji Rahayu (Gresik) 042. Wahyu Hidayat( Banyuwangi) 043. Fitry Nurul Hanie (Medan) 044. Ni Made Rai Sri Artini (Kab Badung ,Bali) 045. Selendang Sulaiman (Badung Bali) 046. Yose Rizal Triarto (Cirebon) 047. Muakrim M Noer Soulisa (Maluku Tengah) 048. Sokanindya Pratiwi Wening (Aceh Utara) 049. Hasan Bisri BFC (Bogor) 050. Wadie Maharief (Yogyakarta) 051. Herlina Priyambodo (Jakarta) 052. Eddie MNS Soemanto (Padang) 053. Irawati (Pidie) 054. Dewa Sahadewa (Kupang) 055. Saifa Abidillah (Bantul) 056. Darman D. Hoeri (Malang) 057. Soekoso DM (Purworejo) 058. Joni Affandi (Cirebon) 059. Nurjanah Nasution (Medan) 060. Buana K.S (Sidoarjo Jawa Timur) 061. A. Rosidi (Sumenep) 062. Abu Ma’mur MF(sumenep) 063. Ikvan Hadi Prasetyo (Surabaya) 064. Alif Raung Firdaus (Jember) 065. Hartina Samosir (denpasar) 066. Edi Purwanto(Lampung Selatan) 067. Andre Wijaya (Binjai Sumatera Utara) 068. Tara Kartika Soenarto (Surakarta) 069. Imamah Fikriyati Azizah (Klaten) 070. Seruni Unie (Solo) 071. Tri Okta Argarini (Kediri) 072. Elvandarisa Astandi (Malang) 073. Purwanto (Surakarta) 074. Shonhaji (Sidoarjo
Jumat, 01 Mei 2015
Sebuah antologi bersama nasional muncul dari kota kecil Indramayu berjudul Lumbung Puisi Sastrawan Indonesia
Sebuah antologi bersama nasional muncul dari kota kecil Indramayu berjudul Lumbung Puisi Sastrawan Indonesia yang kali ini (april 2015) memasuki jilid III
Langganan:
Postingan (Atom)